3 Tahap Pernikahan

Kecenderungan pasangan muda mudi abad ini adalah menunda pernikahan dengan berbagai alasan. Diantaranya adalah menginginkan kehidupan yang lebih mapan, mendahulukan karier, menyelesaikan pendidikan, memilih kesamaan bangsa, ataupun mempersiapkan mahar untuk meminang wanita idamannya. Sebenarnya bagaimana hadist Rasulullah, Salallahu ‘alaihi wasallam, mengenai hal ini? Sabda beliau,

“Hai kaum pemuda, barangsiapa di antara kamu yang telah mampu kawin, maka beristrilah. Karena (dengan) beristri itu akan lebih mampu menjaga mata dan memelihara kemaluan….dst.” (H.R. Jama’ah).

Pasangan yang sebetulnya telah siap menikah namun menunda pernikahan hanya akan menimbulkan banyak kerugian, karena berdua dengan pasangan yang belum halal baginya akan menimbulkan dosa bagi keduanya.

Terkadang upacara adat atau pesta pernikahan yang membutuhkan waktu beberapa hari hanya akan menimbulkan biaya pernikahan yang sangat besar, dimana pasangan yang akan menikah tersebut belum tentu sudah memiliki  tabungan sebesar itu. Akibatnya mereka menangguhkan lagi niat mereka untuk menikah.

Tahap pernikahan dalam Islam sebenarnya sederhana saja. Berdasarkan beberapa hadits yang berkaitan dengan hukum nikah disebutkan bahwa tahap menikah bila telah menemukan pasangannya adalah,

Pertama, melihat dan meminang wanita yang diinginkan menjadi  istrinya.

Dalam hal ini pihak lelaki diperbolehkan melihat wanita yang akan dinikahinya.

Dalam riwayat Muslim diriwayatkan dari Abu Hurairah, Radiallahu anhu, bahwa Nabi, Salallahu ‘alaihi wasallam, berkata kepada seorang laki-laki yang akan menikahi seorang wanita: “Apakah engkau telah melihat calonmu?.”  Laki-laki itu menjawab: “Tidak.” Beliau bersabda, “pergilah dan lihatlah calonmu.”

Kedua, memberikan mahar kepada calon istri.

Persyaratan mahar bagi lelaki Muslim seperti harus memiliki rumah, mobil, perabotan dan sebagainya  hanya akan memberatkan pihak lelaki dan membutuhkan waktu mungkin hingga bertahun-tahun. Padahal mahar tidak harus mahal, bahkan Rasulullah, Salallahu ‘alaihi wasallam, dalam hadits Bukhari-Muslim pernah hanya mensyaratkan cincin dari besi sebagai perumpamaan mahar termurah untuk meminang calon pengantin wanita bila lelaki tersebut tidak memiliki apa-apa, atau hafalan Al-Quran sebagai ilmu yang diajarkan kepada istrinya.

Ketiga, akad nikah dan memiliki wali bagi pihak perempuan.

Tidak ada pernikahan bagi seorang wanita kecuali atas ijin dari walinya. Seperti yang diriwayatkan dari Aisyah, Radiallahu anha, ia berkata:

“Rasulullah, Salallahu ‘alaihi wasallam,  bersabda : “Siapa saja wanita yang menikah tanpa izin walinya maka nikahnya batil. Jika seorang laki-laki mencampurinya maka si wanita berhak mendapatkan maharnya karena ia telah menghalalkan kehormatannya. Jika mereka (kedua belah pihak) berselisih maka penguasa adalah wali bagi mereka yang tidak punya wali.” (Hadits diriwayatkan oleh imam yang empat kecuali An-Nasai, dan dishahihkan oleh Ibnu ‘Awanah, Ibnu Hibban, dan Al-Hakim.

Rasulullah, Salallahu alaihi wasallam, juga menganjurkan kepada pasangan yang akan menikah untuk mengumumkan pernikahan.

Dan diriwayatkan dari ‘Aamir bin Abdillah bin Az-Zubair dari ayahnya, Radiallahu anhu, bahwa Rasulullah, Salallahu alaihi wasallam, bersabda: “Umumkanlah  pernikahan.” (Hadits diriwayatkan oleh  Ahmad dan dishahihkan oleh Al-Hakim).

Demikian sederhana sebenarnya proses pernikahan itu, bila mudah jangan kita mempersulitnya.

Semoga Allah, Subhanahu wa ta’ala, memberi kemudahan kepada kita untuk menemukan pasangan hidup yang terbaik bagi yang belum memiliki pasangan, atau bila kita sebagai orang tua, sudah sepatutnya kita berdoa sejak sekarang agar anak-anak kita diberikan kemudahan dalam memperoleh jodoh yang terbaik dan selalu berada dalam keimanan kepada Allah, Subhanahu wa ta’ala,  Aamiin.

 

Referensi: Syarah Bulughul Maram, Imam Ibnu Hajar al ‘Asqolaany