Hukum Ulat Jati (Ungkrung)

Salah satu makanan yang digemari di Gunungkidul dan yang berada di sekitar hutan jati adalah ulat jati. Bagaimana hukum ulat jati sendiri? Apakah halal?

Hukum Asal Makanan

Hukum asal hewan darat adalah halal sampai ada dalil yang mengharamkan.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Hukum asal makanan adalah halal sampai ada dalil yang mengharamkan. Jika kita ragu akan halal ataukah haramnya sesuatu, maka hukum asalnya adalah halal sampai terbukti ada dalil yang mengharamkan.

Allah Ta’ala berfirman,

هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا

“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu” (QS. Al Baqarah: 29).

Ayat ini mencakup segala yang ada di muka bumi, baik itu hewan, tumbuhan dan pakaian. Allah Ta’ala berfirman,

وَسَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا مِنْهُ

“Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya.” (QS. Al Jatsiyah: 13).

Oleh karena itu hukum asal dari hewan adalah halal sampai datang dalil yang mengharamkannya. (Fatawa Nur ‘alad Darb, 11: 116)

Hewan Menjijikkan

Bagaimanakah standar hewan disebut menjijikkan?

Allah Ta’ala berfirman,

وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ

“Dan dia mengharamkan bagi mereka segala yang khobits” (QS Al A’raf: 157).

Makna khobits dalam ayat ini ada tiga pendapat, yaitu:

  • Khobits adalah makanan haram. Jadi yang dimaksudkan dalam ayat tersebut adalah dilarang menyantap makanan haram.
  • Khobits bermakna segala sesuatu yang merasa jijik untuk memakannya, seperti ular dan hasyarot (berbagai hewan kecil yang hidup di darat).
  • Khobits bermakna bangkai, darah dan daging babi yang dianggap halal. Artinya, Allah mengharamkan bentuk penghalalan semacam ini padahal bangkai, darah dan daging babi sudah jelas-jelas haram. (Lihat Zaadul Masiir, 3: 273)

Ulama Malikiyah tidak menganggap standar jijik dan tidak dari orang Arab ahli Hijaz. Mereka berdalil dengan tiga ayat yang menerangkan bahwa segala hewan yang tidak dinash-kan (tidak disebutkan dalilnya) akan haramnya, dihukumi halal. Tiga ayat yang dimaksud adalah,

هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا

“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu” (QS. Al Baqarah: 29)

قُلْ لَا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ

“Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi – karena sesungguhnya semua itu kotor – atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah.” (QS. Al An’am: 145)

وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ

“Padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu” (QS. Al An’am: 119).

Dari tiga ayat ini terlihat bahwa makanan haram adalah yang dikecualikan dari keumuman ayat pertama (Al Baqarah: 29). Selain yang diharamkan berarti kembali kepada keumuman yang menyatakan halal atau bolehnya. (Dinukil dari Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 5: 147)

Sehingga standar menjijikkan yang lebih tepat adalah kembalikan pada dalil, bukan dikembalikan pada penilaian masing-masing orang. Karena jika dikembalikan pada penilaian masing-masing orang, ada yang menganggapnya jijik dan ada yang tidak.

Bedakah dengan Ulat dalam Makanan?

Ulat jati berbeda dengan ulat dalam makanan yang seringkali dibahas oleh para ulama. Karena ulat yang dimaksud oleh mereka adalah ulat dari makanan yang busuk.
Ketika Imam Ahmad mendapati sayuran yang terdapat ulat di dalamnya. Beliau lantas berkata,

تجنّبه أحبّ إليّ ، وإن لم يتقذّر فأرجو

“Menjauhi sayuran semacam itu lebih aku sukai. Namun jika tidak sampai mengotori (menjijikkan), maka aku pun mau.”

Imam Ahmad menganggap tidak mengapa jika kita menyelidik-nyelidik kurma yang terdapat ulat. Lihat contoh dari Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut ini.

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ أُتِىَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- بِتَمْرٍ عَتِيقٍ فَجَعَلَ يُفَتِّشُهُ يُخْرِجُ السُّوسَ مِنْهُ.

Dari Anas bin Malik, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diberi kurma yang sudah agak lama (membusuk), lalu beliau mengorek-ngorek kurma tersebut. Lantas beliau mengeluarkan ulat dari kurma itu. (HR. Abu Daud no. 3832 dan Ibnu Majah no. 3333. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)

Sehingga menyamakan ulat jati dengan ulat yang disebut di atas tidaklah tepat.

Kesimpulannya, ungkrung atau ulat jati tidaklah masalah dikonsumsi karena kembali ke hukum asal makanan yaitu halal. Ulat jati pun tidak termasuk makanan yang menjijikkan.
Wallahu a’lam, wabillahit taufiq.