Ini Dia 5 Keahlian yang Perlu Dimiliki Orang Tua

 

Memiliki anak tidak hanya sekedar melahirkan, menyusui, dan membesarkan saja karena anak adalah amanah dari Allah SWT dan kita sudah terpilih untuk menjadi orang tuanya. Bila kita tidak mendidik anak-anak dengan sebaik-baiknya waktu yang berharga bersama anak anda bisa terlewati dengan sia-sia. Parenting skill menjadi istilah yang populer yaitu keahlian mendidik anak menjadi anak-anak yang berkualitas tidak hanya pandai tetapi juga memiliki jiwa empati terhadap lingkungan sekitar, dapat mengendalikan emosinya, dapat memilah hal-hal benar dan salah, dan yang terpenting adalah menjadi khalifah Allah SWT kelak ketika mereka sudah dewasa. Usia pembentukan pribadi anak yang terpenting adalah dari lahir hingga usia 5 tahun, dimana usia ini disebut the Golden Age.

Zulvianti, Psi
Zulvianti, Psi

Menjadi orang tua adalah proses aktif dan trial-error yang artinya kita akan selalu belajar sepanjang hidup menemukan pola asuh yang terbaik untuk anak serta dengan cara coba salah. Terkadang pola asuh tertentu sesuai untuk anak yang sulung tetapi kurang sesuai untuk adiknya. 

Setiap anak memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing yang hanya kita orang tua yang merupakan guru pertama mengajarkan mereka dan seharusnya kitalah yang paling mengetahui bagaimana membantu mengatasi problem yang dihadapi anak-anak kita. Zulvianti, Psi psikolog Jakarta yang mengisi acara Parenting Skill pada kesempatan memeriahkan HUT Dharma Wanita konsulat Indonesia Jeddah membahas secara rinci keahlian apa yang sebaiknya dimiliki para orang tua.

1. Encouragement

Orang tua jangan pelit memberikan pujian, memahami, menghargai tindakan positif yang dilakukan oleh anak kita. Seringkali kita sebagai orang tua lupa mengucapkan terimakasih atau menghargai bila anak kita bangun pagi sendiri tanpa harus dibangunkan untuk sholat subuh, berinisiatif membereskan kamar sendiri, belajar tanpa harus disuruh dan sebagainya. Padahal pujian walaupun sederhana kepada anak dapat memberi rasa percaya diri kepada anak dan anak akan terus mencari dan melakukan hal-hal yang postif yang menyenangkan orang tuanya.

2. Can do

Mungkin kita sudah sering mendengar bahwa sebagai orang tua sebaiknya tidak mengeluarkan kata-kata negatif seperti “jangan main hujan-hujanan nanti pilek”, atau “jangan lompat-lompat di sofa, nanti sofanya jebol,” dan seterusnya. Tapi prakteknya lebih mudah kita mengeluarkan perintah jangan ini tinimbang kata-kata positif misalnya “coba ajak temanmu main di dalam rumah, di luar hujan angin,” atau “main tebak-tebakan yuk daripada lompat-lompat di sofa mama.” Padahal kata-kata positif ini dapat menjadi anak lebih kooperatif bila dia tahu apa yang harus mereka lakukan dan hal yang positif ini yang akan diserap dalam ingatan alam bawah sadarnya. Oleh karena itu berikanlah kepada anak kita aktifitas spesifik apa yang sebaiknya dilakukan bukan yang tidak boleh dilakukan.

3. Choices

Bila kita terbiasa memberikan anak kita pilihan bukan mendoktrin anak untuk melakukan sesuatu yang kita inginkan, anak kelak akan pandai bernegosiasi, berusaha keras untuk mengeluarkan ide-idenya, sehingga anak menjadi lebih kreatif. Contohnya, misal anak diundang ulang tahun temannya, ibu bisa saja bertanya kepada anak, temannya suka dibelikan kado apa ya? Mungkin mainan dengan beberapa karakter atau dibelikan buku cerita, dan sebagainya. Ajaklah anak anda untuk berdiskusi dan memberikan ide kado apa yang sebaiknya diberikan.

4. Self control

Menahan emosi bagi orang tua pasti memerlukan latihan. Terkadang masalah kita bersama pasangan, urusan kantor, pekerjaan rumah yang menumpuk dapat memicu kita untuk menjadi orang tua yang tidak sabar. Kesalahan anak yang tidak sengaja pun bisa menjadi hal yang besar. Bila orang tua dapat mengendalikan emosi dan amarah, hal ini akan ditiru oleh anak. Anak akan dapat mengendalikan emosinya bila dia diolok-olok temannya atau saudaranya misalnya. Lepas kontrol dapat menjadikan orang tua lebih terpicu untuk melukai anak. Bila hal ini terjadi kelak ketika anak sudah menjadi orang tua dapat melakukan hal yang sama kepada anak-anaknya.

5. Respecting feeling

Adalah terbentuknya sifat dan rasa empati anak terhadap lingkungannya. Caranya dimulai dari orang tua, misalnya mendengarkan dan merasakan kesedihan yang dialami anak. Mungkin anak kita sedih karena gurunya menegur dia di kelas tadi pagi, atau anak takut pelajaran berenang keesokan harinya. Pahamilah perasaan anak, usahakan kita seolah-olah berada pada posisi mereka. Hal ini dapat membuat anak belajar memahami perasaan orang lain, tidak self centered, tidak egois, dan menjadi lebih sosial kelak ketika mereka sudah dewasa.