Kisah Tukang Tambal Ban Naik Haji (Bagian II/Habis) : Diberkahi Kemudahan Jalani Ibadah, Ingin Ajak Istri Umroh

Rasa haru, bahagia dan takjub campur aduk menyesaki dada Suparto saat menginjakkan kaki di Tanah Suci Makkah. Air mata tak terbendung, tumpah membasahi wajahnya. Parto masih tidak percaya akhirnya bisa merealisasikan niatnya untuk menunaikan ibadah haji.

“Sampai saat ini pun saya masih menangis dalam hal ini menangis bahagia setiap kali mengingat pertama kali saya tiba di sana,” kenang Parto dengan mata basah. Parto kemudian bercerita kenangannya selama menjalani ibadah haji pada 2014. Masih jelas dalam ingatan bapak dari Ahmad Wahyudi dan Anik Hanifah tersebut setiap kejadian yang dialaminya saat berhaji. Parto bersyukur Allah memberikan banyak kemudahan pada dirinya menjalankan ibadah haji dari mulai kedatangannya di Tanah Suci hingga melaksanakan rukun haji yang merupakan syarat wajib saat menunaikan ibadah haji hingga kepulangannya ke Tanah Air.

Parto yang sehari-hari menjalankan usaha tambal ban, reparasi dan jual beli sepeda bekas di rumahnya di Kadipiro, Solo, mengaku tidak merasakan satu pun kesulitan selama 40 hari menjalankan ibadah haji. “Kalau saya ditanya mana ibadah yang paling sulit selama di sana, saya langsung menjawab tidak ada yang sulit. Jika ada niat yang sungguh-sungguh untuk beribadah pasti semuanya dimudahkan Allah,” ujarnya.

Lebih lanjut Parto bercerita tidak merasa kelelahan menempuh perjalanan panjang dengan berjalan kaki dari Arafah ke Muzdalifah lalu dilanjutkan ke Mina. “Perjalanan itu sampai tengah malam namun Allah memberikan keringanan kepada saya. Saya tidak merasakan kelelahan  sedikit pun,” beber kakek empat cucu tersebut.

Tukang tambal ban Suparto, 67, warga Kadipiro, Solo, Jawa Tengah, berfoto dengan rekan-rekan rombongannya yang menunaikan ibadah haji pada 2014.
Tukang tambal ban Suparto, 67, warga Kadipiro, Solo, Jawa Tengah, berfoto dengan rekan-rekan rombongannya yang menunaikan ibadah haji pada 2014.

Namun ada kejadian yang menjadi pengingat baginya untuk selalu menjaga lisan, hati dan perbuatan. Parto mengaku saat di Muzdalifah kelepasan bicara “Waduh aku ilang (Aduh saya hilang)”. Perkataannya itu ternyata menjadi kenyataan. Parto sendirian terpisah dari rombongannya. Sejurus kemudian Parto menyadari kesalahannya yang asal berkata  tersebut. Lalu dia berdoa agar dipertemukan kembali dengan rombongannya atau orang Indonesia yang mengetahui keberadaan rombongannya. Setelah berdoa Parto tidur di pinggir jalan dan saat bangun Allah menjawab doanya. Dia bertemu dengan rombongan dari  Ponorogo dan Tulungagung yang membantu Parto menemukan kembali rombongannya.

Kejadian itu menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi Parto agar berhati-hati dalam perkataan. “Di sana apa yang dikatakan maupun diprasangkakan bisa menjadi kenyataan. Dalam kehidupan ini sangat penting menjaga lisan, hati dan perbuatan,” ujarnya.

Menjaga lisan menjadi salah satu hal yang ditekankan dalam agama. Banyak ayat Al Quran maupun hadits yang mengingatkan manusia untuk sangat berhati-hati menjaga lisan, hati dan perbuatan dimana ketiga hal tersebut akan dipertanggunjawabkan setiap manusia kelak di akherat. Dalam surat Qaaf ayat 18 Allah berfirman :

مَا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ

“Tiada suatu ucapan pun yang diucapkan melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.”

Setelah pulang dari berhaji,  Parto berusaha untuk terus konsisten menjaga lisan dan memperbanyak sedekah. Salah satu bentuk sedekah yang dilakukannya dengan menggratiskan ongkos memompa ban sepeda untuk anak-anak sekolah. Apabila ada pelanggan yang tidak mampu membayar ongkos servis sepeda  Parto tak keberatan tidak dibayar.

Parto juga merasakan iman Islam yang semakin mantab. Rezeki Parto dari usaha tambal ban, servis sepeda dan jual beli sepeda bekas pun terus mengalir  bahkan semakin banyak. Kini dalam sehari Parto bisa menyisihkan Rp50.000 dari penghasilannya untuk ditabung. Parto ingin mengajak istrinya, Sudarni, 59, untuk melaksanakan umroh. Dia juga masih bercita-cita menabung untuk hari tuanya agar tidak menyusahkan anak dan cucu.(Habis)