Mengajar Anak-Anak TKI di Jeddah (1)

Wanita memang tidak diperbolehkan menyetir sendiri di Saudi. Seorang wanita baru bisa bepergian  keluar rumah kalau ada supir, memanggil taxi, menunggu suami, atau keluarga untuk mengantar. Di tengah keterbatasan mobilitas wanita yang tinggal di Saudi, tidak menghambat Maymunah untuk mengisi waktunya untuk tetap produktif walaupun berada di rumah. Mengajar les anak-anak TKI di Jeddah dari berbagai latar belakang ekonomi menjadi kegiatan rutinnya sehari-hari.

Berikut adalah petikan obrolan kami yang semoga bisa memotivasi kita untuk terus berkarya.

aMuslima: apa yang membuat Maymunah memiliki ide untuk mengajar anak-anak TKI di Jeddah?

Maymunah: awalnya keinginan mengajar itu datang karena ingin berbagi ilmu, tapi dengan waktu yang lebih flexible, sehingga tetap dapat mengurus rumah tangga. Maka, melalui seorang teman akhirnya akupun mempunyai anak murid. Yeeeay.. Senangnyaa meskipun baru satu saat itu, hahaha…

Sepertinya, berita dari mulut ke mulut itu yang akhirnya membuat anak-anak didikku mulai bertambah. Yah meskipun tidak selalu sama jumlahnya, karena ada anak-anak yang pada akhirnya harus melanjutkan sekolahnya di Indonesia, atau ada juga yang merasa jaraknya terlalu jauh dari rumahnya, dan sebagainya sehingga harus berhenti datang ke rumah.

Seiring berjalannya waktu, keinginan berbagi ilmu itu semakin kuat dengan kebersamaan yang kerap kita jalani, dari mereka aku tahu kegiatan mereka sehari-hari. Karena kesibukan orang tua mereka bekerja, seringkali mereka hanya bisa berdiam diri di rumah, maka gadget atau tv lah yang menjadi hiburan mereka, tapi ada juga orang tua yang memasukkan anak-anaknya di tempat-tempat mengaji seperti TPA, atau belajar mengaji pada seorang guru.

Sekolah Indonesia di Jeddah saat ini hanya satu. Jadi, rasa persaingan itu kurang di antara mereka. Itulah yang membuat aku semakin ingin mengajar mereka dengan berbagai cara agar mereka terpacu untuk menghasilkan yang terbaik.

Bagi mereka yang masuk peringkat 3 besar, aku beri hadiah, dengan melihat apakah akhlaqnya juga layak untuk dihargai. Kadang pula memberikan beberapa hadiah kecil, atau pun sekedar ungkapan rasa bangga dan sayang kepada mereka atas perilaku terpuji atau atas prestasi yang mereka raih.

Memberi apresiasi kepada anak didik
Memberi apresiasi kepada anak didik

aMuslima: Tantangan apa yang dihadapi ketika harus mengajari anak-anak dengan berbagai latar belakang dan kemampuan?

Maymunah: Ketika awal-awal mengajari mereka, di semua bidang pelajaran, aku menyadari bahwa semua anak tidaklah sama. Dari yang perilakunya kurang baik, yang lemah daya tangkapnya, yang aktif, dan lainnya. Akhirnya aku berfikir untuk mencoba menyentuh mereka dengan hati. Dengan panggilan lembut dan sayang, bukan hanya hubungan antara guru dan murid. Tapi lebih kepada hubungan ibu dan anak.

Pendidikan akhlaq/moral lebih aku utamakan, diiringi dengan berbahasa dan menulis yang baik. Maka pelajaran pertama yang aku kasih adalah pelajaran tentang akhlaq, pengajaran akhlaq bukan semata-mata mengajarkan tentang perilakunya saja, tapi aku ingin mereka juga punya landasan untuk itu. Landasannya adalah Al-Quran. Dengan memberikan ayat-ayat Tematik. Mungkin bisa dilihat dalam tulisanku yang berjudul “Mengenalkan Alquran kepada anak dengan Metode Tematik.” Jadi, sebelum mengajar pelajaran sekolah, mereka wajib setor hafalan 1 buah ayat beserta terjemahnya. Dan aku terangkan juga makna yang terkandung di dalamnya.

Dari anak-anak yang aktif, dan juga malu-malu, aku terus pancing dan sapa mereka, kemudian ide-ide lain pun mengalir, aku berikan ruang kepada mereka untuk berekspresi, karena aku mencoba memahami bahwa dunia anak adalah dunia bermain, yah meskipun mereka ada yang sudah SMP. Mereka boleh menulis puisi, menggambar, mewarnai, dan bermain dengan mainan yang mengasah otak, seperti cerdas cermat, teka teki, puzzle, dan lainnya yang aku punya.

Aku berusaha memberikan mereka peluang atas ide-ide yang mereka utarakan. Seperti ketika mereka menginginkan ayat tematik itu dibukukan, kami coba menggarapnya bersama-sama. Saat ini tinggal dicetak, hanya terkendala untuk mencetak buku tersebut.

aMuslima: Kegiatan apa yang dilakukan bersama anak-anak ini yang bermanfaat selain akademik?

Maymunah: Ketika mereka ingin bereksplorasi dengan resep makanan, maka kami pun memasaknya bersama. Aku memandu, membimbing dan juga terjun langsung bersama mereka. Seperti membuat mpek-mpek, siomay, rujak, macarona bachamel, sate ayam, tokkebi, pancake, dan lain sebagainya.
Paling tidak mereka bisa diandalkan oleh orang tuanya ketika diminta bantuan untuk memasak terutama bagi anak-anak perempuan. Cepat atau lambat mereka harus belajar mandiri.

Variasi masakan bersama
Variasi masakan bersama

Dari kegiatan masak, lalu mereka ingin kegiatan yang lain. Kebetulan aku ingin sekali mengajarkan mereka menjahit. Lalu aku ajarkan mereka menjahit dari kain flanel. Awalnya hanya membuat tas kecil, tapi akhirnya ide-ide mereka kembali muncul. Aku memberikan kepercayaan kepada mereka untuk berkreasi. Subhanallaah..

Kreasi kreatif bersama anak-anak
Kreasi kreatif bersama anak-anak

Ternyata mereka semua terutama yang perempuan bisa diandalkan. Kreasi lainnya pun berlanjut ke bunga dari kain perca, juga kreasi dari tali kur. Akhirnya Mereka berkeinginan memasukkan kreasi mereka via instagram. Dengan nama @ref_collections. Dan menjualnya di sekolah.

Aku mengiyakan dan kegiatan ini terus berjalan hingga sekarang. Dari sini mereka bisa membeli apa yang mereka inginkan, tapi bukan berarti mereka menggunakan sendiri uang-uang yang dihasilkan untuk belanja, tapi dengan cara berbagi keuntungan.

Produk yang mereka ingin beli, kami tawarkan di pasaran, nah, setelah mulai terjual dan mendapatkan keuntungan, mereka juga bisa memiliki barang yang sebenarnya juga mereka minati tanpa harus mengeluarkan uang. Mereka hanya berkreasi dan mengantarkan kreasi mereka ke pembeli. Uangnya dikumpulkan lalu kami bagi 3, pertama untuk pembagian keuntungan, kedua untuk belanja bahan kreasi, dan ketiga untuk beramal.

Mereka mengetahui kalau aku beserta keluarga besar sedang mendirikan pesantren di daerah Cirebon. Mereka sendiri yang berkeinginan menyisihkannya, hingga akhirnya menjadi rutinitas kami. Alhamdulillah..

Malah, sejak aku berikan kebebasan berekspresi, nilai akademis mereka juga semakin membaik. Namun, apapun hasilnya aku tetap berusaha untuk selalu menghargai jerih payah mereka.