Menyelami Esensi Puasa di Bulan Ramadhan

Melihat kebiasaan yang terjadi akhir-akhir ini dimana pola konsumsi dan menu untuk berbuka menjadi banyak ragamnya dan sangat spesial, kita perlu menelaah kembali apa esensi puasa itu sebenarnya? Sementara di luar Bulan Ramadhan umumnya hanya menyajikan menu standar. Bisa jadi alasannya karena ketika kita berpuasa maka dibutuhkan nutrisi dengan kualitas gizi yang lebih baik, jadi tidak heran kalau kebutuhan pun meningkat seperti bulan-bulan biasa. Akibatnya esensi puasa untuk membentuk pribadi Muslim yang lebih ekonomis malah tidak terwujud.

Mengapa Allah memerintahkan kita untuk berpuasa?

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kamu bertakwa” (QS. Al Baqarah: 183)

Di dalam kitab suci Al-Quran, ada dua kata yang digunakan untuk makna puasa dari segi bahasa.

Pertama, “shiyam“; kutiba alaykumush shiyam.

Kedua, “shaum“; inni nazartu lirrahmanish shauma.

Shaum dan shiyam berasal dari akar kata yang sama, yaitu: menahan diri.

Menahan diri bukan dari sekedar makan dan minum saja tapi menjalankan semua perintah Allah (SWT) dan menjauhi semua larangan-Nya baik terkait ‘aqidah dan ubudiah untuk mencapai “Taqwa” (لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ).

Adapun menurut Imam Hasan al-Bashri,

“Orang-orang bertakwa adalah mereka yang takut terhadap apa saja yang telah Allah (SWT) larang atas diri mereka dan menunaikan apa saja yang telah Allah (SWT) wajibkan atas diri mereka.”  (Lihat: Ali ash-Shabuni, Shafwah at-Tafasir, I/26).

Takwa adalah istilah yang digunakan dalam Al-Quran untuk menggambarkan “dima ul khair (himpunan dari segala macam kebaikan). Bukan takwa namanya jika seseorang biasa melakukan shalat, melaksanakan shaum Ramadhan tapi masih mengganggu tetangganya, masih makan riba, memberikan sumpah palsu misalnya.

Puasa adalah untuk Allah (SWT) seperti sabda Rasulullah (SAW) dalam hadits Qudsi, Allah (SWT) berfirman:

Ash-shaumu lii wa ana azzibi.”

Puasa itu untuk-Ku, dan Aku yang akan memberi ganjaran-Nya.

Berbeda dengan membaca Al-Qur’an, kalau kita membacanya terbata-bata, maka setiap 1 huruf 10 pahalanya. Kalau kita membacanya lancar, maka 20 pahalanya. Kalau kita mengerti artinya, maka 70 pahalanya. Tapi puasa, hanya Allah (SWT) yang memberikan pahala tanpa ada yang tahu. Masya Allah Tabarakallah.

Di bawah ini kutipan dari bab Puasa dari buku karya Tupon Dj, semoga kita dapat lebih memahami esensi puasa yang kita jalani dengan terus melatih diri dan mengelola nafsu jiwa kita.

26. Puasa
Puasa adalah metoda pelatihan yang harus dipraktekkan untuk memahami keseluruhan proses dari tindakan dalam puasa, dengan mengelola segala keinginan.

Puasa atau shaum dalam bahasa arab, adalah istilah serapan dari bahasa sanskrit, upavasa. Upavasa artinya mendekatkan diri pada yang Maha Kuasa.

Bagaimana sebuah latihan puasa dapat mendekatkan diri kita pada Allah?

Puasa menahan lapar dan haus adalah latihan awal untuk menyelami keberadaan entitas jiwa kita, lalu mengenal hati kita, karena ketika lapar dan haus kita dapat melihat perang barata yudha di antara entitas jiwa untuk menyuruh kita makan,.. atau menahannya, mereka akan ribut sendiri untuk mempertahankan pendapatnya, yang satu bilang, ”ayo puasa terus..” yang satu lagi bilang “..udah makan aja..enak nih, ga ada yang tau kok..” dan siapakah yang akan menang dalam perang tersebut pada diri kita?

Ya kawan, setan ini bisa nempel di ingatan kita, nempel di pikiran kita, dan yang dua ini yang paling aktif kan? Lalu..ia akan nempel di perasaan kita, dan parahnya ia dapat menyabotase kesadaran jaga kita bila kita lengah.

Melatih kesadaran jiwa untuk selalu memantau segala perselisihan pada entitas jiwa dan anak cucu iblis adalah perang badar sepanjang masa mungkin. Siapakah yang akan kita menangkan? Lampaui jiwa menuju kepemimpinan hati,..semoga kita selalu mendapat petunjukNya. Oleh karena itulah puasa disebut melatih diri kita untuk menahan, atau mengelola nafsu di jiwa kita.

Pada proses puasa inilah hati akan memantau seluruh entitas yang ada di dirinya, baik jiwa dan pirantinya, dan juga keberadaan jasad sebagai tempat merasakan dan berekspresi manusia. Proses pada puasa inilah yang menghidupkan hati, membuka ruang hati, tempat terdekat dengan keberadaan Allah. Apakah selama ini tidak disadari?

Ya Tuhan pemilik segala kelembutan nurani, jadikanlah puasa kami sebagai upaya mendekatkan diri padaMu selalu.