Bolehkah Berpuasa Setelah Nisfu Syaaban?

Tidak terasa in shaa Allah kita akan menjalankan puasa Ramadan pada tanggal 18 Juni 2015, dan besok bertepatan dengan pertengahan (hari ke 15) Bulan Syaaban atau nisfu Syaaban yang termasuk dalam Yaumul bidh (13, 14, 15 setiap bulan hijriah).

Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama, bolehkah kita menjalankan puasa setelah melewati pertengahan bulan Syaaban?

Diriwayatkan oleh Abu Daud, no. 3237, Tirmizi, no. 738, Ibnu Majah, no. 1651 dari Abu Hurairah, Radhiallahu Anhu, sesungguhnya Rasulullah, Sallallahu alaihi wa sallam, bersabda:

“Kalau telah memasuki pertengahan Syaaban, maka janganlah kalian berpuasa.” (Dishahihkan oleh Al-Albany dalam Shahih Tirmizi, 590).

Hadits ini menunjukkan larangan berpuasa setelah pertengahan Syaaban, yaitu dimulai dari  hari ke enam belas. Akan tetapi telah ada (dalil) yang menunjukkan dibolehkannya berpuasa, diantaranya adalah, Bukhari, no. 1914. Muslim, no. 1082 dari Abu Hurairah, Radhiallahu anhu, berkata, Rasulullaah, Sallallahu alaihi wa sallam, bersabda:

“Janganlah kalian mendahului bulan Ramadan dengan berpuasa sehari atau dua hari, melainkan seseorang yang (terbiasa) berpuasa, maka berpuasalah.”

Berdasarkan hadits tersebut, berpuasa setelah pertengahan bulan Syaaban diperbolehkan bagi  orang yang mempunyai kebiasaan berpuasa, seperti seseorang terbiasa berpuasa Senin dan Kamis atau berpuasa sehari dan berbuka sehari (puasa Daud) atau semisal itu.

Diriwayatkan oleh Bukhari, no. 1970, Muslim, no. 1156

Dari Aisyah, Radhiallahu anha, dia berkata, biasanya Rasulullah, Sallallahu alaihi wa sallam, berpuasa pada seluruh Bulan Syaaban. (Maksudnya) berpuasa di Bulan Syaaban kecuali sedikit (beberapa hari yang tidak berpuasa).” Redaksi dari Muslim.

Ulama kalangan mazhab Syafi’i telah mengamalkan hadits-hadits ini, lalu mereka berkata, tidak dibolehkan berpuasa setelah pertengahan bulan Syaaban kecuali bagi orang yang terbiasa berpuasa  atau ingin melanjutkan puasa sebelum pertengahan (Syaaban). Dan ini adalah pendapat terkuat menurut kebanyakan mereka (ulama mazhab Syafi’i) bahwa larangan dalam hadits adalah untuk pengharaman. Sebagian lain berpendapat –seperti Ar-Ruyani- bahwa larangan tersebut bersifat makruh, bukan untuk mengharamkan. (lihat kitab Al-Majmu, 6/399-400, dan Fathul Bari, 4/129).

Syekh Ibn Baz rahimahullah ditanya tentang hadits larangan berpuasa setelah pertengahan Syaaban, beliau menjawab: “Ia adalah hadits yang shahih sebagaimana dikatakan Al-Allamah Syekh Nasiruddin Al-Albany. Maksud larangannya adalah baru memulai berpuasa dari pertengahan bulan (Syaaban). Adapun bagi yang sudah sering berpuasa atau telah banyak banyak berpuasa di bulan (Syaaban), maka dia telah sesuai dengan sunnah.” (Al-Majmu Fatawa Ibnu Baz, 15/385).

Bila berpuasa pada tanggal 29 atau 30 Syaaban dikhawatirkan dianggap mendahului tanggal 1 Ramadan, kecuali bagi orang yang terbiasa puasa sunnah (Senin Kamis atau puasa Daud) dan kebetulan tanggal 30 Syaaban itu jatuhnya di hari Kamis misalnya, maka diperbolehkan berpuasa.

Hikmah dari larangan ini, bahwa menyambung berpuasa dapat melemahkan dirinya untuk berpuasa di Bulan Ramadan, sementara bila sudah terbiasa menjalankan puasa sunnah atau sudah melakukan puasa sejak awal Bulan Syaaban beratnya berpuasa akan berkurang sehingga tetap sehat ketika Ramadan tiba.