Berbisnis Kuliner di Saudi Arabia

Bisnis yang marak digeluti orang dan hasilnya memang menjanjikan adalah yang menyangkut sandang, pangan, papan; kebutuhan dasar manusia yang dianggap sebagai peluang bisnis yang hingga kini terus digali dan dicari celahnya. Lebih bagus lagi bila bisnis itu belum digarap banyak orang, dan kita selalu harus jeli memilih serta berani bertindak dan memulai. Bisnis kuliner termasuk bisnis yang bisa dikatakan ‘nggak ada matinya.’ Walaupun usaha ini mungkin sudah dilakukan oleh banyak orang, tapi masih saja banyak pendatang baru yang memulai bisnis kuliner. Begitu pula di Saudi Arabia, berbisnis kuliner banyak dilakukan para ibu rumah tangga termasuk Warga Negara Indonesia yang mau belajar, berusaha, dan mencoba.

Seperti yang umum kita ketahui, wanita-wanita yang tinggal di Saudi memiliki keistimewaan. Wanita tidak diperbolehkan menyetir kendaraan (mobil, motor, termasuk sepeda) sendiri di tempat-tempat umum, artinya setiap bepergian harus menunggu suami, saudara laki-lakinya atau memiliki supir sendiri, atau pakai taxi umum maupun online yang alhamdulillah sudah banyak digunakan, untuk mengantar ke tempat tujuan. Mengapa saya sebut keistimewaan, dimana orang lain menyebutnya keterbatasan? Karena wanita yang tinggal di Saudi memang diistimewakan, bepergian sendiri dianggap dapat mengundang fitnah dan dirasa tidak aman. Saya bukan ingin berdebat masalah ini, tetapi saya ingin mengatakan bahwa keistimewaan ataupun keterbatasan tersebut dapat menjadi sumber kekuatan bagi para wanita, dimanapun berada, yang harus tinggal di rumah untuk terus berkarya.

Ritha, salah satu pebisnis kuliner yang sukses di Jeddah
Ritha, salah satu pebisnis kuliner yang sukses di Jeddah

Bagi saya, wanita yang tinggal di Saudi harus bisa berpikir kreatif, apapun bisa dilakukan walaupun kita tidak bisa bebas keluar rumah termasuk berbisnis. Ritha Marlinda, 42 tahun, atau yang biasa dipanggil Ritha sudah lama menggeluti bidang usaha makanan dan make up di Jeddah. Wanita yang berlatar belakang sarjana ekonomi akuntansi ini mampu menjadikan rumah sebagai tempat dia beraktivitas dan berkreasi. Bisnis kulinernya sebenarnya bermula di awal tahun 2006 ketika Ritha masih berdomisili di Bandung, dia membuka bisnisnya dengan nama Umi Pudding. Namun pada tahun 2013, dia memutuskan untuk ikut suami bertugas ke Jeddah, sementara bisnis kulinernya dilanjutkan oleh adiknya yang juga mengelola bisnis kue kering dikenal dengan nama Mareza Cookies yang bertempat di Pondok Mutiara Indah VIII No. 3, Pesantren Cimahi, nomor telepon 0818 0971 1502.

Marisa Cookies di Cimahi
Mareza Cookies di Bandung

Sebelumnya suaminya memang sudah terlebih dahulu bekerja di Jeddah, sementara Ritha menyusul beberapa tahun kemudian. “Awal mula tinggal di Jeddah tidak terpikir untuk membuka atau melanjutkan usaha seperti waktu di Bandung mengingat keterbatasan perempuan disini dalam melakukan usaha,” kata Ritha kepada indo.amuslima. “Suatu hari saya mencoba membuat sarapan nasi uduk untuk dibawa ke kantor suami. Saat di kantor, teman-temannya mencicipi masakannya dan akhirnya timbul ide dari mereka untuk membuat sarapan setiap pagi. Maka dengan dukungan dari suami, saya memberanikan diri untuk menjual makanan khusus sarapan pagi ke kantor suami. Alhamdulillah ternyata responnya cukup baik. Teman-teman kantor juga mendukung dengan cara memberikan masukan dan menginformasikan usaha kami dari mulut ke mulut. Sampai akhirnya banyak permintaan catering dari kantor-kantor baik makanan berat maupun makanan ringan seperti jajanan pasar dan lain-lain,” lanjutnya.

Paket nasi uduk
Paket nasi uduk

Hingga saat ini ibu dari dua putri berusia 15 dan 14 tahun ini, sudah 5 tahun menjalani usaha kuliner di Jeddah. Selain bidang makanan, make up menjadi salah satu usaha yang juga dia jalani sampai sekarang. Untuk bisa bertahan dan tetap dibanjiri pelanggan memang harus tahan banting. Ritha pun pada awalnya banyak menghadapi complain dari para pelanggan dalam hal rasa dan kualitas untuk bisnis kulinernya. Namun dia justru menjadi banyak belajar dari complain tersebut dan berusaha untuk memperbaiki agar lebih baik kedepannya.

Salah satu menu jajanan pasar
Salah satu menu jajanan pasarnya

Dalam menentukan harga makanan yang dipesan biasanya Ritha melihat bahan-bahan yang diperlukan dan juga mempertimbangkan tingkat kesulitan membuatnya. Sebagai contoh jajanan pasar yang membutuhkan daun pisang seperti lemper, arem-arem, otak-otak, dan lain-lain untuk masyarakat yang tidak tinggal di Indonesia atau negara yang jarang memiliki pohon pisang, tentu berbeda harganya. Di Jeddah, kalau kita tidak memiliki lahan untuk menanam pohon pisang, biasanya membeli daun pisang di toko-toko Indonesia seharga SR 6 (6 Saudi Riyal) ke atas (atau Rp 21.000) tergantung banyaknya lembaran yang ada dalam kemasan. Bahan oncom juga menjadi bahan langka di Jeddah, jadi pintar-pintarnya kita untuk menyimpan bahan-bahan yang sulit didapat ini agar awet dan untuk itu biasanya kita masukkan ke dalam freezer.

Nasi kuning tumpeng untuk acara istimewa
Nasi kuning tumpeng untuk acara istimewa

Produk sebagus dan seenak apapun kalau tanpa promosi dan pemasaran yang baik, tidak akan menjadi bisnis yang bertahan lama. Untuk mempromosikan menu baru, Ritha biasanya membawa dulu sample makanannya ke acara-acara seperti arisan, ke kantor suami, acara syukuran, dan lain lain. “Tetapi tentunya usaha yang kita jalankan ini ingin tetap bertahan dan bertambah. Untuk itu kita harus bisa menjaga kualitas, mutu dan penampilan, sabar dalam menghadapi keinginan konsumen agar konsumen tetap terjaga menjadi pelanggan kita.” lanjutnya.

Snack asin martabak telur
Snack asin martabak telur

Bisnis kuliner Ritha berkembang pesat, omzet yang dia dapatkan dari usahanya pada awalnya masih mencapai SR 1000-SR 1500/per bulan atau sekitar Rp 3,5 juta hingga Rp 5 juta lebih per bulan. Namun seiring dengan bertambahnya pelanggan setia, alhamdulillah sekarang sudah mencapai kurang lebih SR12.000 – SR15.000/per bulannya atau Rp 42 juta hingga Rp 52 juta lebih per bulan!

Kalau di Indonesia mungkin relatif lebih mudah mencari karyawan yang bisa membantu mengembangkan usaha makanan Indonesia. Sementara di Saudi, mencari tenaga tambahan orang Indonesia masih terkendala dengan peraturan ijin tinggal (ikama) yang sudah mulai jarang didapat bila ingin merekrut tenaga kerja legal. Oleh karena itu untuk mengatasi pesanan yang banyak, Ritha biasa mempersiapkan bahan-bahannya sehari sebelumnya sesuai dengan menu yang dipesan, dengan dibantu oleh suami setelah suami pulang bekerja. Bila semua sudah siap maka keesokan harinya pekerjaan lebih ringan dan pesanan konsumen dapat terpenuhi tepat waktu.

Bila Anda tertarik melakukan usaha yang baru, Ritha memberikan tipsnya. “Dalam memilih usaha tentukan terlebih dahulu usaha yang akan kita jalankan. Lebih baik yang kita senangi agar kita semangat dan tidak mengeluh dalam menjalankannya. Sekali lagi untuk bisnis kuliner, kita harus dapat menjaga kualitas, rasa, kebersihan, penampilan dan tentunya yang berbahan halal serta thoyib. Sabar dalam menghadapi kritikan, keinginan dan permintaan dari konsumen. Selalu ramah, sopan dan santun dalam menghadapi konsumen agar konsumen tetap setia menjadi pelanggan kita,” begitu Ritha mengakhiri percakapannya dengan indo.amuslima.