Catatan Haji: Digusur Aparat (Bagian 3)

Apartemen Aziziyah (10 Dhulhijjah)

Pada dini hari, kami semua meninggalkan Muzdalifah menuju penginapan. Kami tinggal di apartemen Aziziyah yang letaknya tidak terlalu jauh dari tempat melempar jumroh. Kami para wanita disediakan 2 ruangan berukuran sedang untuk menampung sekitar 40 wanita dan anak-anak. Otomatis satu ruangan bisa diisi 20-an orang. Tidak ada kasur ataupun bantal. Kami tidur di lantai beralaskan karpet yang tidak terlalu tebal dan berbantalkan tas baju kami. Kami masih bersyukur karena masih tersedia air bersih yang melimpah untuk mandi dan makanan minuman walaupun sederhana.

Menjelang dhuhur, kami melempar batu jumroh pertama di Aqobah. Jalan yang dilalui menuju Mina (tempat melempar jumroh) sedikit menantang buat anak-anak. Mereka harus berjalan kaki menanjak dan menyusuri anak tangga yang tinggi dan cukup melelahkan. Alhamdulillah mereka semua tidak ada yang mengeluh atau menangis. Saya hanya bisa berdoa agar mereka semua diberi kesehatan yang baik. Saya pun ingin menanamkan kepada mereka bahwa ibadah haji itu menyenangkan. Sehingga di saat mereka baligh kelak, yang mereka ingat hanyalah kenangan manis akan haji bersama orang tua mereka. Kami kembali ke penginapan setelah melempar jumroh Aqobah, dan larangan ihram pun sudah selesai.

Malamnya kami bersiap-siap untuk menjalankan mabid hari pertama di Mina. Memang bagi kami mukimin dengan grup yang sederhana, saat mabid di Mina dirasa kurang nyaman, karena tidak ada jatah tempat seperti jamaah yang datang langsung dari setiap negara. Kami harus mencari tempat mabid sendiri dan harus siap untuk digusur sana sini. Malam pertama mabid, kami diusir aparat lebih dari tiga kali. Baru sebentar kami tertidur di tikar, harus pindah lagi ke tempat lain, sudah barang tentu tidak ada kesempatan untuk mendirikan tenda. Perapihan aparat ini karena lokasi kami yang dianggap menghalangi orang-orang yang akan lewat. Tidak jarang, saya dan suami harus menggendong anak-anak yang tertidur. Masih beruntung puteri kami yang besar bisa dibangunkan dan sanggup berjalan ke tempat lain walaupun dalam kondisi setengah sadar. Tidak mudah menjelaskan kepada mereka, kenapa kami harus turuti perintah aparat dan berpindah-pindah tempat seperti gelandangan di pinggir jalan.

Diusir lagi (11 Dhulhijjah)

Malamnya kami pergi lagi untuk melaksanakan mabid di Mina. Mabid di hari ke dua tidak jauh berbeda dari hari sebelumnya. Semakin sulit kami mencari tempat untuk sekedar menggelar tikar dan duduk. Hal yang menghibur adalah adanya kekompakan diantara kami para jamaah. Saat kami mencari tempat untuk duduk pun, ada sepasang kakek nenek yang mau menggeser tempatnya sedikit untuk kami. Dengan berseloroh ke suami, saya pun bilang bahwa kita juga kakek nenek (karena suami membadalkan haji kakeknya, sedang saya membadalkan haji nenek saya).

Banyak jamaah yang ingin beramal dengan membagikan box makanan berisi roti dan jus kotak atau yoghurt. Anak-anak juga sering diberi sedekah berupa permen atau kurma. Tidak ada rasa jijik ketika kami sekeluarga harus menyantap makanan di pinggir tanah yang becek dan dekat dengan tong sampah. Semua seperti sudah mati rasa. Paling khawatir kami rasakan kalau sudah datang rombongan besar dari negara Iran atau Turki yang biasanya saling merapat dan tidak mau terpisahkan sehingga tidak perduli mendorong jamaah lain yang menghalangi jalan mereka. Mencari saat yang tepat untuk melempar tiga jumroh tidaklah mudah. Jutaan jamaah seperti yang tidak ada habisnya memadati wilayah jumroh. Saya dan suami harus bergantian melempar tiga jumroh karena khawatir anak-anak terdesak dan terjepit. Alhamdulillah kami bisa menjalani jumroh Aqobah, Wustho, dan Sughro dengan lancar, masing-masing tujuh lemparan batu kerikil, sambil mengucapkan bismillahi Allahu akbar.

Thawaf dan Sa’i (12 Dhulhijjah)

Waktu subuh kami kembali menuju penginapan. Jamaah di dalam group kami pada akhirnya terpencar menjadi beberapa group kecil demi kemudahan. Lagipula sebagian jamaah sudah pernah menjalankan ibadah haji sebelumnya sehingga sudah tahu apa yang mesti dilakukan. Pada saat kami tiba subuh itu, beberapa teman kami ada yang sudah tiba lebih dulu. Saya dan suami berencana untuk menyelesaikan lempar jumroh serta thawaf dan sa’i hari itu. Kami tidak tega mengajak anak-anak yang sudah tertidur di atas karpet penginapan, akhirnya anak-anak kami titipkan ke teman-teman yang berniat melaksanakan thawaf setelah kami.

Pada hari itu setelah beristirahat sejenak di apartemen, saya dan suami langsung berjalan kaki menuju ke tempat lempar jumroh. Setelah selesai kami mencari bus umum menuju ke Masjidil Haram untuk thawaf ifadhah sekaligus wada dan sa’i. Bus yang kami tumpangi harus melaju perlahan karena banyaknya pejalan kaki yang melintas menghalangi laju kendaraan. Di Masjidil Haram, alhamdulillah kami diberi kemudahan untuk melakukan thawaf dan sa’i hingga tuntas. Seputar ka’bah juga masih belum terlalu ramai pagi itu. Mungkin masih banyak jama’ah yang beristirahat setelah mabid di malam sebelumnya.

Kira-kira satu jam kami selesai menjalankan thawaf dan sa’i. Sebelum kembali ke apartemen, kami beristirahat sebentar di restoran sambil melepas lelah dan makan. Saya sempatkan telepon ke salah satu kawan di penginapan untuk menanyakan keadaan kedua puteri  kami. Ternyata mereka sudah bangun dari tidur dan yang penting mereka tidak menangis dan sedang bermain dengan teman-temannya. Setelah menuntaskan sarapan sekaligus makan siang, kami berdua berangkat menuju apartemen dengan bus umum. Karena perjalanan yang cukup lama dan angin bertiup semilir dari jendela bus yang dibuka, membuat kami terlelap sekejap. Untung saja lokasi kami tidak terlewat karena banyak juga penumpang bus yang hendak turun di tempat yang sama.

Kami memang berniat untuk kembali ke Jeddah siang itu menggunakan taxi tidak bersama rombongan agar anak-anak bisa segera beristirahat di rumah. Kebetulan ada salah satu keluarga yang tidak dapat menyelesaikan tawaf dan sa’i nya (akan disusul kemudian) karena puteranya demam tinggi jadi harus segera dibawa ke dokter di Jeddah. Akhirnya kami dua keluarga berhasil menyewa taxi dan kembali ke Jeddah.

***

Ya Allah…… semoga Engkau terima ibadah haji kami …..  Aamiin ya Rabbal Alamin.