Belajar Membuat Gerabah di Desa Sitiwinangun, Cirebon

Mengapa Memilih Gerabah?
Rasanya seru kalau melihat anak-anak bermain plastisin atau play dough. Mereka bisa membuat bermacam-macam bentuk yang lucu-lucu hasil karya tangan mereka. Seperti buah-buahan, sayur-sayuran, alat transportasi dan lain sebagainya. Yaa.. Sebuah alat permainan yang lebih modern dari tanah liat.

Ahaa.. mengapa tidak mengajak mereka yaa untuk tahu lebih jauh bagaimana bermain tanah liat sesungguhnya. Dan tentunya akan lebih banyak manfaatnya jika kita bisa secara langsung berinteraksi dengan orang-orang yang dapat memanfaatkan tanah liat tersebut seperti dalam pembuatan gerabah.

Bukankah saat anak-anak nanti bermain, syaraf motorik mereka juga akan terlatih? karena jari-jari mereka akan bekerja seperti; meremas, menekan, memijit, dan lain sebagainya. Dan tentunya itu sangat bagus untuk perkembangan motorik mereka bukan?

Akhirnya kami pun memilih Desa Sitiwinangun sebagai lokasi wisata edukasi kami kali ini yang terletak di Kecamatan Jamblang, Cirebon, Jawa Barat. Desa ini memang terkenal dengan hasil gerabahnya yang berkualitas. Maka berangkatlah kami menuju ke sana pada hari yang telah ditentukan.

Sesampainya di lokasi, kami disambut oleh Kuwu desa (kepala desa) Sitiwinangun yaitu Bapak Ratija Brata Menggala, di gedung aula pertemuan. Sambutan yang begitu hangat, membuat kami merasa nyaman saat berada di sana. Setelah berkenalan dan bincang-bincang santai kemudian kami berfoto bersama. Mengabadikan kenangan indah saat berada di sana.

Proses Pembuatan Gerabah

Selanjutnya, dengan dipandu oleh Bapak Wastani, kami diajak berkeliling desa melihat proses pembuatan dan gerabah yang dihasilkan.

Ada yang bekerja dengan melunakkan tanah liat dengan tambahan pasir halus dan air secukupnya sebagai bahan campurannya. Lalu dibuatlah tungku-tungku yang biasanya digunakan untuk pembuatan kue serabi khas Cirebon.

Ada pula yang membuat gentong beserta tutupnya. Warna yang digunakan adalah pewarna alami yaitu warna bata dari batu bata. Alat yang digunakan adalah alat pemutar dengan tangan. Oh iya, Kota Cirebon terkenal dengan makanan khasnya yaitu empal gentong. Dan gentong atau gerabah yang terbaik di wilayah Cirebon ini adalah yang berasal dari Desa Sitiwinangun.

Di beberapa rumah penduduk lainnya juga ada yang membuat piring atau cobek.

Ada yang membuat pendil, asbak, dan lain sebagainya.

Gerabah-gerabah yang telah dibentuk itu diangin-anginkan terlebih dahulu sebelum pada akhirnya dijemur di bawah sinar matahari.

Selanjutnya kami pun diajak ke tempat pembakaran gerabah. Di sini kami melihat para ibu hebat. Masyaa Allah. Bagaimana tidak, mereka bekerja sejak pagi buta untuk menata gerabah yang akan dibakar, menyiapkan jerami dan bambu-bambu lalu membakarnya agar gerabah menjadi kering dan kuat. Padahal, berada di sini, panasnya itu luar biasa lhoo. Anak-anak pun hanya diperbolehkan mengamati dari jarak yang tidak terlampau dekat. Pembakaran seperti ini adalah pembakaran secara tradisional yang lebih dikenal dengan istilah pembakaran dengan sistem tungku ladang. Namun panasnya bisa mencapai 800 derajat Celcius, dan cara kerjanya lebih cepat 45 menit dari tungku mesin, demikian sebagaimana yang dijelaskan oleh Bapak Wastani.

Dari tempat pembakaran, kami diperlihatkan sebuah gundukan tanah liat-tanah liat. Tanah-tanah tersebut diambil dari tanah-tanah sawah sekitar desa. Tanah liat di sini diklaim memiliki kualitas unggul. Inilah tanah liat yang akan diproses menjadi gerabah-gerabah oleh para masyarakat desa sekitar. Sebuah upaya yang patut diapresiasikan sebagai usaha memajukan kehidupan masyarakat desa. Saluuut…

Semoga desa ini terus berkembang dan pemerintah dapat turut memberikan perhatiannya demi kemajuan ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat Indonesia. Aamiin…

Berlatih Membuat Kerajinan Gerabah
Setelah berkeliling desa, kami menuju lokasi edukasi pembuatan gerabah. Ada 3 teknik dalam pembuatan gerabah yaitu: teknik putar, cetak, dan cor atau keterampilan langsung. Dan kami berkesempatan mempelajari teknik cetak dan putar.

Untuk teknik cetak, masing-masing anak diberi sebuah cetakan yang bentuknya berbeda-beda, ada yang bertuliskan kaligrafi, bentuk buah, bunga, hewan, tokoh film kartun, dan lain-lain. Alat cetak itu ditaburi semacam tepung atau bedak, kemudian kita ambil bulatan tanah liat yang sudah disediakan, letakkan tanah liat ke atas cetakan sambil diratakan dan ditekan-tekan hingga menutupi seluruh cetakan dengan bentuk sesuai pilihan anak.

Setelah selesai kita ambil hasil cetakan tesebut dari wadahnya, kemudian kita angin-anginkan sebelum nantinya kita jemur di bawah sinar matahari.

Proses penjemuran bisa berlangsung sekitar 2-3 hari atau dirasa sudah kering dan kuat. Setelah itu gerabah bisa dicat atau diglatsir.

Cara berikutnya adalah dengan teknik putar, di sini kita menggunakan alat pemutar yang dibantu oleh kaki. Saya pun jadi penasaran dan ingin mencobanya. Ada juga yang alat putar yang menggunakan mesin. Tapi saya memilih yang menggunakan kaki. Ternyata tidak semudah yang dibayangkan.. Hahaha…Tapi cukup membuat saya senang sekali karena bisa memenuhi rasa penasaran saya.

Dan teryata, anak-anakpun antusias ingin mencobanya juga. 😄
Kedua teknik sudah kita pelajari. Berikutnya, anak-anak meninjau gerabah-geabah yang diperjual-belikan di galeri yang letaknya bersebelahan dengan tempat kami belajar. Anak-anakpun membeli beberapa cenderamata seperti piring-piring kecil, magnet tempelan lemari es, gantungan kunci, dan lain-lain. Saya pun membeli pendil, semacam tempat untuk merebus jamu.

Tak terasa matahari terus beranjak. Anak-anak senang sekali karena kreasi mereka hari ini akan dibawakan ke sekolah. Lalu kami pun berpamitan dan segera mencari tempat untuk sholat dan istirahat makan siang.

Alhamdulillah.. Terimakasih ya Allah atas pembelajaran untuk kami pada hari ini. Terimakasih pula kepada segenap Perangkat Desa Sitiwinangun.