Lockdown di Arab Saudi: Catatan Mukimin Saat Pandemi Covid 19

Sudah hampir 2 bulan kami sekeluarga harus lockdown, tinggal di rumah karena wabah pandemi covid-19 atau virus corona yang terus meningkat di Saudi.

Begitu banyak kita dibombardir berita tentang virus corona yang mendadak populer sejak kasus pertama terjadi di Wuhan, Provinsi Hubei Cina pada November 2019. Laporan jumlah kasus dan korban meninggal karena Covid 19 yang berseliweran di lini masa media sosial dan media daring,  menjadi berita yang sangat mengiris hati.

Banyak pula unggahan cara pencegahan diri agar tidak terpapar virus ini. Mulai dari unggahan mengenai himbauan rajin mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, memakai masker, melakukan sterilisasi barang maupun barang belanjaan, hingga konsumsi makanan mengandung vitamin A, Vitamin E, empon-empon (rempah) dan sederet makanan ‘ampuh’ lainnya. Subhanallah!

Begitu banyak suguhan informasi terutama di awal-awal virus ini berkembang, hingga akhirnya manusia mulai beradaptasi dengan situasi yang membuat kita mengubah gaya hidup. Semua orang dituntut menjaga jarak sosial dengan lingkungan sekitar.

Biasanya sering keluar rumah belanja segala kebutuhan sendiri, kini harus belanja daring. Yang tadinya bekerja di luar rumah, menjadi bekerja di dalam rumah dengan menata meja dan komputer serta internet senyaman mungkin untuk bisa berkomunikasi dengan rekan sejawat.

Anak-anak yang rutin setiap pagi harus sudah siap ke sekolah dan pulang di hampir menjelang ashar, kini belajar dari rumah, ujian dari rumah, konsultasi dengan guru dari rumah. Semua serba berubah.

Tidak ada lagi pertemuan pengajian rutin yang menjadi obat rohani, termasuk nikmatnya bersalaman dan cipika cipiki dengan sesama teman pengajian sambil menikmati makanan ringan yang disuguhkan petugas konsumsi hari itu. Semua berubah dalam hitungan menit, kita semua diingatkan kembali oleh Allah SWT bahwa sesungguhnya manusia itu akan diuji.

Di Arab Saudi, pada November dan Desember 2019, aktivitas masih berjalan normal. Anak-anak masih sekolah, semua mal, pasar, kantor dan tempat rekreasi masih dibuka. Kami seolah yakin bahwa virus ini tidak akan mewabah di negara yang panas ini. Apalagi Saudi pernah pengalaman menangani kasus MERS (Middle East Respiratory Syndrome) atau camel flu di tahun 2012.

Ketika kasus sudah mulai ada di negara-negara Eropa dan Timur Tengah, Saudi mulai siap-siap karena letak geografis yang semakin dekat. Di akhir Februari 2020 sebelum ada kasus pertama, Saudi mulai melarang warganya pergi ke Italia dan Jepang, karena mulai adanya kasus corona di negara-negara tersebut. Di bulan yang sama Saudi mulai menutup visa turis dan umroh dari luar, namun waktu itu mukimin Saudi masih boleh umroh. Di awal Maret, pemerintah mulai  persiapan penuh bila ada pasien positif corona. Pemerintah pun mulai menyetop ekspor produk deteksi virus corona.

Di awal Maret, tercatat kasus pertama pasien corona, yaitu seorang warga Saudi yang datang dari Iran, dimana ketika itu virus corona sudah mulai banyak di Iran. Saudi lalu membatasi masuknya warga GCC (Gulf Cooperation Council) dan residen yaitu dari Kuwait, Uni Emirat Arab, Qatar, Oman, dan Bahrain.

Salah satu langkah melindungi warganya, pemerintah menutup ibadah umroh termasuk untuk warga Saudi dan mukimin. Pada saat itu kakbah ditutup dan disterilisasi, namun kedua masjid besar (Masjidil Haram dan Nabawi) dibuka kembali setelah sterilisasi. Meskipun demikian, kami tetap dilarang umroh, mataf dibuka hanya untuk jamaah yang tidak menjalankan umroh (jadi untuk ibadah thowaf saja).

Secara bertahap Saudi mulai memperketat peraturannya. Pada tanggal 8 Maret 2020, pemerintah mengirim pengumuman di malam hari, bahwa mulai 9 Maret semua sekolah, universitas, termasuk Islamic Center atau kursus-kursus lain ditutup hingga waktu yang tidak ditentukan. Pemerintah Saudi melarang pertandingan yang melibatkan keramaian, menutup perbatasan antar wilayah kecuali truk komersial dan langsung mengkarantina daerah Qatif (yang dilaporkan munculnya kasus pertama). Pemerintah mengikuti apa yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW ketika ada penyakit menular di zaman itu. Seperti hadits berikut yang sering kita baca,

Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu.” (HR Bukhari)

Mulai 9 Maret, pemerintah Saudi pun melarang warganya bepergian ke 14 negara. Meskipun saat itu Indonesia belum melaporkan ada kasus positif corona, namun Indonesia sudah masuk dalam daftar negara yang dilarang untuk masuk Saudi dan dilarang untuk dikunjungi. Bioskop, meskipun jumlahnya tidak banyak, ditutup. Warga yang baru datang dari negara-negara terdampak, harus menjalankan karantina mandiri. Hal ini dilakukan atas kesadaran masing-masing keluarga, termasuk kantor yang stafnya baru datang dari negara-negara tersebut untuk karantina sendiri selama 14 hari di rumah.

Hari ke-12 di Bulan Maret, daftar negara yang dilarang masuk dan dikunjungi semakin bertambah yaitu dari 14 negara menjadi 39 negara, termasuk negara Uni Eropa. Karena kasus di Saudi terus bertambah, akhirnya pada 15 Maret 2020, pemerintah memutuskan menutup penerbangan internasional, mal, restoran dan kafe, tempat cukur dan salon. Sementara supermarket, farmasi, rumah sakit, dan keamanan diperbolehkan buka dan bekerja di luar rumah.

Semua acara perkumpulan di rumah, taman, tempat publik, pantai dilarang. Olahraga ke pantai baik sendiri maupun berdua pun dilarang. Saya dan suami di akhir minggu memiliki rutinitas olahraga di pantai. Karena saat itu kami pikir tidak ada kumpul-kumpul, dan olahraga di udara terbuka, kami pun olahraga ke pantai yang tidak jauh dari rumah. Namun sekitar 25 menit kami jalan pagi, kami ditegur polisi “Go Home”, katanya. 😁

Sepinya pasar tradisional Balad

Pengetatan terus berlangsung tanpa ada ‘kulonuwun’ sebelumnya. Tahu-tahu berita di media langsung ini ditutup, itu dilarang, ini tidak boleh. Oleh karena itu kami tidak ada acara ‘siap-siap.’ Bagi yang salat di masjid mulai dianjurkan salat di rumah, tetapi saat itu belum ada pelarangan resmi, azan masih memanggil untuk salat berjamaah di masjid.

Tiap daerah memang diperlakukan berbeda peraturannya, tergantung banyaknya kasus. Mulai 16 Maret, Riyadh mulai dikarantina. Kasus paling banyak tiap harinya memang di Riyadh. Pemerintah Saudi meminta kantor-kantor pemerintah di seluruh kota di Saudi untuk bekerja dari rumah, tidak berlaku bagi sektor-sektor penting seperti kesehatan, militer dan keamanan, makanan, dan telekomunikasi. Keesokan harinya baru sektor swasta dianjurkan untuk bekerja dari rumah. 

Walaupun kami secara bertahap lockdown namun pemerintah memastikan tersedianya obat-obatan, mengontrol bahan makanan cukup banyak tersedia termasuk mengontrol harga tidak naik, dan kebutuhan kami tercukupi. Saat itu kami masih diperbolehkan untuk pergi ke supermarket atau ke farmasi bila diperlukan. Salah seorang warga Indonesia yang menjadi dokter IGD di salah satu rumah sakit terdekat mengatakan bahwa pemerintah mengontrol rumah sakit, dan klinik poli ditutup. Semua pasien masuk melalui jalur Emergency (IGD) karena dokter-dokter dikerahkan ke rumah sakit besar.

Mulai 20 Maret, halaman Masjidil Haram Mekkah dan Masjid Nabawi Madinah ditutup. Sebelumnya hanya dibatasi jamnya, kapan boleh masuk ke masjid yaitu sebelum subuh dibuka, dan sesudah salat isya masjid ditutup. Pemerintah secara resmi meminta semua salat di rumah. Azan hanya memanggil untuk salat, tetapi diminta salat di rumah masing-masing. Baru kali ini saya mendengar anjuran muazin asholatu fii buyyutikum (salatlah di rumah-rumah kalian)….Menangis rasanya karena kondisi artinya semakin darurat di negara ini. Masjid dikunci, taksi mulai dilarang beroperasi, penerbangan domestik antar kota dihentikan, semua transportasi publik sehari setelah pelarangan taksi juga dilarang. Tidak ada lagi jalanan yang padat. Jam malam diberlakukan di seluruh kota selama 21 hari sejak 21 Maret. Jam keluar hanya boleh sejak jam 6 pagi hingga jam 7 malam. Bila melanggar dan tertangkap polisi, yang bersangkutan bisa kena denda 10 ribu riyal (sekitar Rp 40 juta lebih) dan masuk penjara! Namun untuk hal-hal darurat seperti bila sakit, kami diminta menelpon ke 997 untuk minta pesan otorisasi, dan bila tertangkap diminta menunjukan otorisasi tersebut, dan tentunya tidak dikenakan denda.

Setiap hari kami harus mengikuti berita media, karena peraturan bisa saja berubah. Mulai 25 Maret jam malam lebih panjang (mulai jam 3 sore hingga jam 7 pagi harus berada di rumah). Total lockdown diberlakukan di Riyadh, Mekkah dan Madinah, sebagai kota dengan kasus terbanyak.

Karena Jeddah juga termasuk di 4 besar dalam jumlah kasus, akhirnya Jeddah pun mulai total lockdown sejak 28 Maret hingga kini. Jam malam berlaku 24 jam, kecuali hal mendesak boleh keluar jam 6 pagi hingga pukul 3 sore untuk wilayah Jeddah, namun kami hanya boleh keluar di distrik yang sama.

Sementara distrik pun masih dibagi-bagi lagi distrik 1, 2,3. Jadi misal tinggal di distrik Andalus 1, ya hanya di distrik itu kami boleh jangkau. Kami tidak boleh lagi keluar ke distrik lain, misal ke toko Indonesia di distrik yang berbeda. Semua kebutuhan makanan dan lain-lain dipenuhi dengan pesan antar saja, meskipun untuk mendapat waktu pengiriman bisa jadi harus seminggu sebelumnya karena banyaknya permintaan. Saya pun kalau bangun tengah malam, tidak hanya keperluan memperbanyak amalan sunah, tapi juga untuk berburu waktu pengiriman, karena menjelang subuh biasanya jatah tersedianya waktu pengiriman sudah habis, bahkan di 5 hari ke depan!

Kini di saat menjelang Ramadan, kami semua masih dalam situasi total lockdown. Pemerintah memperpanjang masa bekerja di rumah dan memperpanjang penutupan penerbangan baik domestik maupun internasional hingga waktu yang tidak ditentukan. Khusus di Bulan Ramadan pemerintah Saudi mengubah jam keluar dari jam 9 pagi hingga jam 5 sore, untuk keperluan penting saja seperti makanan dan farmasi, khususnya untuk wilayah yang total lockdown seperti Riyadh, Mekkah, Madinah, Jeddah. Kami tidak hanya tidak dapat menjalankan ibadah umroh ke Mekkah, atau menikmati lebaran di Mekkah dan Madinah seperti tahun-tahun sebelumnya, bahkan ke luar komplek tempat tinggalpun tidak boleh.

Alhamdulillah dengan segala keterbatasan ini, kami masih dikaruniai kesehatan dan rasa aman di rumah. Hal yang mungkin tidak bisa didapatkan oleh para pejuang medis di luar sana. Bagi WNI pekerja harian di wilayah Saudi, sebagian dibantu oleh KJRI Jeddah, maupun KBRI Riyadh untuk kebutuhan hariannya. Toko buku terkenal di Saudi bahkan membagikan media elektronik tablet kepada keluarga-keluarga yang memiliki anak usia sekolah (tidak melihat warga mana) agar bisa belajar dari rumah, kedai ayam goreng terkenal juga membagikan menu andalannya kepada keluarga-keluarga yang kena lockdown 24 jam di wilayah tertentu.

Banyak yang mengacungkan jempol kepada pemerintah Arab Saudi, karena penanganannya yang sigap dan tegas tanpa ada kerusuhan. Terakhir, departemen kesehatan Saudi menyisir wilayah perumahan padat yang dihuni expatriat pekerja legal dan ilegal. Pemerintah melakukan swab tes PCR. Dari situlah jumlah kasus semakin meroket hingga 11.631 kasus di 21 April. 82% adalah dari Active Mass Testing ini, dan sebagian besar memang yang tidak memiliki gejala atau gejala ringan jadi tidak pernah melapor. Dengan deteksi dini diharapkan semua yang positif corona dapat diisolasi, dan tidak menimbulkan lingkaran setan saling menulari, yang tidak pernah berujung. Sejak awal pun, pemerintah Saudi sudah menjamin bahwa pengobatan pasien virus corona ini gratis, tidak membedakan warga yang legal maupun ilegal. Semua dilayani.

Mari kita saling mendoakan, semoga wabah ini segera berlalu baik di negara tempat tinggal kita maupun di negara lain di seluruh dunia. Dan agar kita semua dipertemukan dengan bulan penuh berkah, Bulan Suci Ramadan, kita mampu menjalani ibadah puasa dan ibadah sunah dengan keimanan dan kesehatan yang lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Aamiin Ya Robbal Alamiin.