Napak Tilas Tanah Leluhur (Aceh – Serambi Mekkah )

Waktu berjalan begitu cepatnya. Sebentar lagi pergantian tahun Hijriah yang di awali dengan bulan pertama awal tahun baru: Muharram. Bulan Muharram bagi umat Islam adalah bulan Hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah, yang sebelumnya bernama “Yastrib” yang kemudian dirubah namanya menjadi Al-Madinah yang artinya “kota” atau lebih tenar lagi disebut kota Rasulullah.

Dalam bahasa Arab, hijrah bisa diartikan sebagai pindah atau migrasi. Tafsiran hijrah disini diartikan sebagai awal perhitungan kalender Hijriyah, sehingga setiap tanggal 1 Muharam ditetapkan sebagai hari besar Islam, Tahun Baru Islam yang beberapa hari lagi akan berganti tahun 1438 Hijriah.

Demikian halnya dengan kedua orang tua saya yang hijrah dari Aceh ke Jogja untuk melanjutkan kuliah dan kemudian hijrah ke Jakarta yang akhirnya menetap di Jakarta dan saya pun lahir di Jakarta. Hijrah yang dimaksud adalah pindah dari Aceh ke Jakarta.

Alhamdulillah, segala Puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala, pada bulan Dzulhijjah 1437 (September 2016) lalu, dimana para jama’ah haji berkumpul untuk menunaikan ibadah haji,  Allah SWT memberikan kesempatan, melimpahkan kesehatan kepada kami untuk mengunjungi tanah leluhur atau istilahnya pulang kampung atau kalau dalam  Bahasa Aceh: jak wo gampong dan berlebaran haji di tanah leluhur.

Sebuah perjalanan yang Masya Allah Tabarakallah penuh hikmah, menggugah jiwa, menyentuh hati dan sarat akan pengetahuan disamping wisata alam yang sungguh luar biasa indahnya, juga wisata kuliner yang penuh cita rasa. Indonesia, negara kaya akan budaya dan keindahan alam ciptaanNYA yang memukau, tidak kalah dengan pemandangan alam di luar negeri lainnya.

Mengunjungi Tempat Wisata dan Bangunan Bersejarah

Sudah berpuluh tahun saya tidak ke Aceh, perubahan setelah bencana tsunami yang merenggut lebih 200 ribu jiwa penduduk wilayah itu pada tanggal 26 Desember 2004, yang menggegerkan Indonesia dan dunia,  kini telah berubah dengan kota-kota yang semakin teratur, dimana berbagai masjid dan perumahan yang dilanda tsunami, telah dibangun kembali oleh pemerintah dan juga bantuan dari negara-negara lain. Semakin banyak bangunan-bangunan baru seperti bangunan-bangunan bersejarah (PLTD Kapal Apung, Kapal sangkut, Musium Tsunami, dan lain sebagainya) yang dapat menjadi sebuah perubahan yang dapat mengembangkan ekonomi masyarakat Aceh itu sendiri.

Situs dan museum tsunami
Situs dan museum tsunami

Berbagai masjid diberi nama sesuai sumbangan negara yang membangun masjid, seperti masjid Oman, karena negara Oman lah yang membangun masjid itu. Ada perumahan Turky, sebuah komplek perumahan dimana ratusan rumah  dibangun dengan lambang bendera Turky di tembok atas pintu masing-masing rumah.

Masjid dan rumah ibadah semakin banyak dibangun dan disisi lain warung kopi pun semakin marak tersebar diberbagai tempat bahkan di sepanjang jalan, hingga Kota Banda Aceh menjadi kota sejuta warung kopi. Keramaian di warung-warung kopi semakin terlihat dengan adanya wifi (internet) di warung-warung kopi itu yang membuat pengunjung betah berada di warung kopi. Ini adalah sebuah perubahan sosial yang melanda Banda Aceh dan juga kota-kota lainnya di Aceh.

Kopi Sanger, kopi Solong, kopi Gayo, kopi Ule kareng dan kopi-kopi lainnya sangat digandrungi oleh masyarakat Aceh bahkan masyarakat selain Aceh. Hampir semua warung kopi di Kota Banda Aceh menyediakan kopi khas Aceh yang dinamakan “kopi Sanger” yaitu campuran kopi dan susu kental manis dengan komposisi 3 banding 1 antara kopi dan susu. Pembuatan kopinya harus disaring dengan gaya khas barista saring, bukan menggunakan mesin kopi, apalagi espresso. Nikmat sekali bila minum kopi Sanger ini dengan timphan, pisang goreng atau buthai (ketan srikaya) yang merupakan makanan camilan khas Aceh.

Penggilingan kopi, pembuatan kopi sanger, kopi sanger khas aceh
Penggilingan kopi, pembuatan kopi sanger, kopi sanger khas Aceh

Selain kopi, air kelapa muda yang diminum di pinggir pantai pun sungguh nikmat. Langsung dipetik dari pohon dan diminum di tempat, dingin dan segar seperti dari lemari es. Meminumnya membuat badan terasa segar apalagi udara Aceh cukup panas. Pantai Lhok Nga adalah pantai dengan pasir putih, air laut yang biru jernih sungguh luar biasa indahnya. Masya Allah Tabarakallah.

Pantai Lhok Nga - Banda aceh
Pantai Lhok Nga – Banda aceh

Kalau sudah sampai Banda Aceh, rasanya rugi kalau tidak sampai ke Kota Sabang  yang berada di Pulau Weh. Kota Sabang memiliki segudang objek wisata alam yang super menawan dimana kita dapat menikmati pesona matahari terbit dan tenggelam, pasir pantai putih, hingga keindahan biota bawah laut yang terlihat jelas karena saking beningnya air. Banyak turis lokal maupun mancanegara yang diving (menyelam di laut Sabang ini). Pesona alam menjadi salah satu senjata kota ini untuk menjadi daerah tujuan wisata.

Akses transportasi untuk ke Sabang masih terbatas. Jadwal pelayaran dari Pelabuhan Ulee Lheue, Banda Aceh, menuju Pelabuhan Balohan, Sabang, hanya empat kali pulang-pergi per hari, yakni kapal cepat 2 kali dan kapal lambat 2 kali. Kapal cepat atau express ditempuh selama 1 ½ jam perjalanan laut.

20160907_103833
Pelabuhan Ulee Lheue-Banda Aceh

Menuju Kilometer Nol yang berada di Desa Iboih Ujong Ba’u, Kecamatan Sukakarya, sekitar 5 km dari Pantai Iboih adalah puncak wisata di Sabang, dimana Titik 0 Indonesia berada dengan ditandai oleh sebuah tugu. Tugu Nol Kilometer RI atau biasa disebut Monumen Kilometer Nol merupakan sebuah penanda geografis sebagai simbol perekat Nusantara dari Sabang di Aceh sampai Merauke di Papua. Tugu ini bukan saja menjadi penanda ujung terjauh bagian barat di Indonesia, tetapi juga menjadi obyek wisata sejarah bagi wisatawan domestik maupun mancanegara.

20160907_145507
Kilometer 0 – Sabang
20160907_110144
Berhenti sejenak dalam perjalanan menuju Kilometer 0 – Sabang

Jarak yang ditempuh untuk sampai ke Kilometer 0 memakan waktu kurang lebih 40 menit atau 1 jam menggunakan jalur darat dengan jalanan yang berkelok, menanjak dan menurun, hanya cukup dua mobil lawan arah, diantara pegunungan (hutan) atau pegunungan dan laut. Subhanallah, pemandangan yang sangat menawan.

Setelah kembali ke Banda Aceh, perjalanan berlanjut ke Lhokseumawe melalui jalan darat. Jarak yang ditempuh sekitar 6 jam. Tapi sungguh tidak membosankan atau melelah kan. Karena kalau cape bisa berhenti untuk minum kopi atau teh, ke toilet atau bahkan makan durian, rambutan, manggis yang dijual sepanjang jalan. Pemandangan sepanjang jalan menuju Lhokseumawe  bagi saya lebih cantik dari Puncak.

Lhokseumawe, kota kelahiran ibundaku  berada diantara Kota Medan – Banda Aceh juga memiliki beberapa potensi wisata dan keindahan alam. Hal itu terbukti dari beberapa tempat wisata di kawasan Kota Lhokseumawe dan sekitarnya.

Obyek-obyek wisata alam yang ramai dikunjungi oleh warga Lhokseumawe dan Aceh Utara adalah diantaranya Pantai Ujong Blang, Waduk Lhokseumawe, Pantai Rancong, Pulau Seumadu, Pulau Darut dan lain sebagainya.

Selain itu Lhokseumawe juga memiliki objek wisata Islami, yaitu dengan berdirinya Masjid Agung Islamic Center Lhokseumawe. Masjid ini sangatlah indah, terlihat dari kemegahan bangunan dan arsitektur yang luar biasa. Walau belum sepenuhnya selesai, gedung masjid agung Islamic Centre Lhokseumawe  terlihat begitu megah, menghadirkan nuansa Timur Tengah di Nangroe Aceh Darussalam.

Islamic center Lhokseumawe
Islamic center Lhokseumawe

Keluarga besar kami membangun  sebuah gedung yang dinamakan “Gedung Hasbi”sesuai nama kakek di Lhokseumawe. Gedung ini diperuntukkan sebagai gedung perpustakaan, madrasah diniyah, pusat kajian agama Islam, balai pertemuan dan penginapan untuk mengenang karya tulisan, kajian, tafsir Al-Qur’an, dan lain-lain kakek kami (ayah dari ibu saya).

Lebaran Haji di Kampung

Mungkin bagi sebagian orang, berlebaran di kampung adalah hal yang biasa dilakukan setiap tahunnya. Tapi bagi saya, lebaran kali ini begitu berkesan karena baru pertama kali saya lebaran di kampung tempat almarhum orang tua kami, tempat dimana mereka dibesarkan.

Suasana lebaran memang agak berbeda. Gema takbir di berbagai masjid sejak maghrib sampai hari tasyrik yang ke 3 masih bersahut- sahutan. Saat penyembelihan qurban adalah saat yang dinanti oleh masyarakat sekeliling kampung. Mereka menamakan hari raya daging karena pada hari itu mereka akan memasak masakan daging khas Aceh seperti sie reboh, sie cuka, rendang, dan lain sebagainya.

Suasana lebaran haji di aceh
Suasana lebaran haji di Aceh

Makan bersama di rumah tinggi, rumah kayu, rumah leluhur yang berumur lebih dari 100 tahun bersama keluarga dan saudara yang sudah lama tidak pernah berjumpa atau bahkan baru saja berjumpa adalah sesuatu yang membahagiakan bagi kami yang telah merantau jauh dari kampung halaman orang tua kami. Di rumah inilah masa kecil ayah kami. Untuk kemudian merantau untuk menuntut ilmu. Alhamdulillah Yaa Rabb untuk kesempatan silaturahim ini.

Rumah leluhur-Nisam
Rumah leluhur-Nisam

Sebuah perjalanan singkat tapi sarat akan hikmah dan makna,  berwisata (safar) untuk merenungi keindahan  ciptaan Allah Ta’la, menyambung silaturahim, menikmati indahnya alam nan agung sebagai pendorong jiwa manusia untuk menguatkan keimanan terhadap keesaan Allah SWT dan memotivasi diri.

Refreshing jiwa , perlu untuk memulai semangat ibadah dan menambah keimanan betapa Maha KuasaNYA Allah SWT.

Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:

قُلْ سِيرُوا فِي الأَرْضِ فَانظُرُوا كَيْفَ بَدَأَ الْخَلْقَ ثُمَّ اللَّهُ يُنشِئُ النَّشْأَةَ الْآخِرَةَ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ  (سورة العنكبوت: 20

Katakanlah: “Berjalanlah di (muka) bumi, maka perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian Allah menjadikannya sekali lagi. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. Al-Ankabut: 20)