Kudengar lagi bencana melanda negeri
Negeri tercintaku Indonesia
Ketika gulita tengah menyelimuti bumi
Ketika nafas-nafas tengah berburu ketenangan jiwa
Sepertinya raksasa sedang menangis tiada henti
Tetesannya mengalir deras membenamkan para kurcaci
Melibas habis jamur-jamur bumi tanpa permisi
Erangan dan rintihan silih berganti
Bulir beningnya kini tak lagi jernih
Berbaur dengan tanah
Bersama keping-keping kehidupan yang telah menyerpih
Yang telah diterjang, dibabat habis, dan diluluhlantakkan
Di sana, di Garut, di kota permai kami
Kota milik kita semua
Apakah kau tengah murka akan kelalaian kami?
Ataukah karena kami tak mampu menjaga amanah ini?
Merusak alam tanpa mau merawatnya kembali
Tempat-tempat hiburan kami bangun
Di lahan-lahan yang seharusnya tetap kami jaga kelestariannya
Mungkin kami tak menyadarinya
Karena kami menginginkan kehidupan yang lebih layak
Layak, dari sudut pandang kami sendiri
Maafkan, atas keserakahan kami
Maafkan, atas kecurangan kami
Maafkan, wahai kurcaci kecil
Yang telah membuat hidupmu cukup sampai di sini
Ya, maafkan…
Karena hanya kata maaf itu yang bisa kami sampaikan
Karena kami, para kurcaci modern
Punya tuan raksasa yang sehati dengan kami…
***
Lorong hampa, Jeddah 22 September 2016