Mengunjungi Pengungsi Palestina dan Suriah (Bagian 3)

Usaha Terakhir

Pada tanggal 24 September, setelah sholat Idul Adha dan sarapan, kami berangkat lagi ke Al – Za’tari Syrian Refugee Camp. Situasi masih seperti kemarin, kami menunggu tidak jauh dari kamp dan berharap ada perwakilan UNHCR maupun NGO lainnya yang lewat memasuki kamp.  Bukan perwakilan UNHCR yang datang tapi…. Taher si anak yang menemui kami kemarin muncul  lagi dengan wajah riang gembira sambil mengucapkan Eid Mubarak! Ada rasa senang di hati kami karena dapat bertemu lagi dengan bocah remaja ini. Taher mengusulkan untuk menemani kami dan akan menunjukkan jalan agar dapat masuk kamp dan dapat bertemu dengan penduduk kamp. Dengan membaca Basmalah, Taher dan satu anak lainnya bernama Abdullah masuk mobil. Di luar mobil banyak anak–anak pengungsi yang ingin ikut juga tapi tidak mungkinlah bagi kami membawa 8 anak sekaligus masuk.

Sayang sekali ternyata jalan yang dimaksud tidak dapat dilewati mobil untuk memasuki kamp. Sementara itu kami melihat beberapa mobil lain di situ yang mungkin memiliki rencana yang sama. Akhirnya kami berbincang–bincang dengan Taher dan Abdullah di dalam mobil sampai–sampai Taher tidak sungkan berpuisi untuk kami sambil minta direkam dan juga membaca surat Thaha dengan suaranya yang merdu.

 

 

Remaja ini bercerita bahwa ayahnya masih berperang di Suriah sementara ayah Abdullah sudah tiada, Innaa Lillaahi wa Innaa Ilaihi Rooji’uun, semoga menjadi syuhada dan syurga menunggunya, aamiin. Mereka tinggal di kamp hanya dengan saudara dan ibu mereka, sungguh miris nasib mereka. Ini baru dua orang anak yang kami temui, bagaimana dengan nasib ratusan ribu anak Suriah lainnya yang pastinya tidak berbeda jauh kondisinya dengan Taher dan Abdullah. May Allah protect and raise all Moslems in the world.

Kamp pengungsi
Kamp pengungsi

Hari ke dua percobaan kami untuk masuk kamp tetap tidak berhasil. Akhirnya kami teringat mempunyai seorang teman yang bekerja di KBRI Amman, Jordan yang bernama Muhammad Jalil. Responnya sangat baik dengan rencana kami ini. Beliau menyarankan untuk bertemu setelah kami tiba kembali ke Amman hari itu juga dan beliau akan membantu menyalurkan barang–barang tersebut. Alhamdulillah.

Setelah tiba di Amman, pak Jalil menyarankan kami untuk menemui salah satu NGO yang bernama ICCS (Islamic Center Charity Society) di daerah Suweileh yang sudah 20 tahun menangani refugee. Dengan agak terburu–buru kami menuju ke sana, karena ba’da Maghrib para pekerja yang kebanyakan volunteer ini mungkin sudah pulang. Setibanya di kantor ICCS, kami diterima dengan sangat baik dan hangat. Dengan mengucapkan syukur yang teramat, Alhamdulillah barang–barang dapat disalurkan melalui ICCS. Ternyata ICCS ini menyalurkan bantuan secara rutin. Mereka mengurusi tidak hanya menyalurkan bantuan kebutuhan hidup sehari–hari tetapi juga pendidikan anak-anak pengungsi tersebut. Masha Allah!

Penyerahan bantuan
Penyerahan bantuan (pak Jalil paling kanan)

Walaupun kami tidak dapat menemui langsung para pengungsi di kamp, hati kami tenang karena tujuan kami sudah tercapai. Insya Allah ICCS dapat menyalurkannya kepada yang berhak dan amanah, aamiin..

Foto bersama sebelum pulang
Foto bersama sebelum pulang

Pada tanggal 25 September, kami bersiap untuk kembali ke Jeddah. Dari Amman hingga Durra Border Crossing berjarak kurang lebih 400 km. Kali ini kami melewati rute pinggir laut yang mana Dead Sea menjadi pemandangan kami karena kami tidak berniat untuk bermalam lagi di Petra. Sejuk rasanya sepanjang perjalanan ditemani pemandangan laut yang begitu luas dan biru yang menghampar di pinggir daratan. Beberapa lokasi terlihat banyak orang yang berenang menikmati Dead Sea yang bukan laut biasa pada umumnya. Di Dead Sea kita bisa mengapung tanpa susah payah menahan napas. Tapi jangan ditanya tingkat keasinannya, sekali saja air masuk ke mata, rasa pedih tidak akan hilang hingga kita membilasnya dengan air tawar. Lumpur di Dead sea ini juga sangat bagus untuk kulit.

Pemandangan Dead Sea
Pemandangan Dead Sea

Setelah kami melewati Jordan, kembali kami bermalam di Tabuk agar badan tidak terlalu letih.

Akhirnya pada tanggal 26 September, perjalanan kembali ke Jeddah kami lanjutkan dan Alhamdulillah berjalan dengan sangat lancar. Belum puas rasanya dengan apa yang sudah kami lakukan untuk saudara kami yang sedang mengungsi di negara orang. Entah sampai kapan mereka akan mengalami hal ini. Kami ingin terus melakukan apa yang kami bisa untuk mereka, tidak hanya berhenti sampai di sini. Semoga saudara–saudara Muslim kami lainnya juga tergerak untuk melakukan hal yang sama walaupun kami tahu apa yang kami lakukan bukanlah yang terbaik. Semoga Allah SWT membalas semua amal ibadah kita dengan niat lillahi ta’ala.

Bila ada kesempatan untuk mengunjungi kamp pengungsi di lain waktu, perencanaan kami harus lebih mantap agar kami dapat bertemu secara langsung dengan mereka. Tapi di atas itu semua, kami berharap tidak ada lagi pengungsi seperti sekarang ini agar saudara – saudara Muslim kami dapat menjalani hidupnya secara layak dan normal, aamiin ya rabbal ‘aalamiin..

Allah will not give a trial beyond the ability of His ummah.

4 komentar untuk “Mengunjungi Pengungsi Palestina dan Suriah (Bagian 3)”

    1. Blm jd penulis hok. Share pengalaman aja biar byk yg tergerak hatinya membantu saudara2 kita yg mengungso di sana. Itu gw blm msk ke kampnya. Gmn kl sampe msk, pasti lbh ngenes lagi keadaannya ???

  1. Ya Allah fatma…gak bisa nulis gw…cuman bisa nangis….malu gw sama tulisan elu..gw malu sama taher wa abdullah..gw malu sama dunia gw pada saat mereka bawa qasidah….

Komentar ditutup.