Pesona Museum Abdul Raouf Hasan Khalil Jeddah

Awalnya, aku tak tahu kalau bangunan itu adalah sebuah museum, namun bangunan itu nampak indah dipandang mata. Sejauh mata memandang, bangunan itu didominasi oleh warna putih dan coklat. Rasa penasaran itu terus menggelayuti pikiranku. Bangunan apa ini ya? Seperti sebuah rumah tinggal, tapi tidak seperti kebanyakan rumah orang-orang elit Saudi, yang di sekeliling rumahnya dilapisi tembok tinggi, sehingga tak nampak dari luar seperti apa bentuk bangunan di dalamnya. Tapi, kalau yang ini benar-benar beda, desain-desainnya sudah nampak dari luar, bangunannya juga terlihat luas, cantik, menarik, dengan ornament-ornament kayu yang menghiasi bangunan tersebut layaknya sebuah rumah khas Saudi lama. Lho, ada sumurnya juga?.. waaah tambah bikin penasaran saja nih!

Aku yang kebetulan saat itu sedang berjalan-jalan bersama suamiku, langsung mencoba mengontak beberapa teman yang sudah lebih dulu tinggal di Saudi ini, dan bertanya-tanya tentang bangunan yang terdapat di Jalan Tahlia atau orang juga biasa menyebutnya Andalus Street tersebut. Ternyata, bangunan tersebut adalah sebuah museum. Milik seorang saudagar kaya, sahabat raja (yaitu Raja Fahd) yang bernama Abdul Raouf Hasan Khalil. Owh, pantas! Seperti ada kesamaan dengan bentuk bangunan di Museum At-Tayebat, yang juga arsitekturnya menggunakan desain Hijazi. Dan konon kabarnya, museum At-Tayebat itu adalah istananya Syekh Abdul Raouf Hasan Khalil.

Kami pun segera turun dari mobil, dan mendekati bangunan tersebut untuk mencari info lebih lanjut. Tiba-tiba nampak seorang bapak tua yang keluar dari salah satu pintu, dialog pun terjadi. Dari beliau, kami mendapatkan info bahwa untuk rombongan atau jamaah yang ingin masuk ke dalamnya dikenakan biaya SR.100 untuk per-10 orang.

Wah, cari teman dulu pasti lebih seru ketimbang hanya kami berdua. “Oh iya, bukankah besok kita ada tamu keluarga yang datang umrah? Bagaimana kalau untuk yang sekarang kita ajak ke sini? Kebetulan tamu umrahnya juga sudah lumayan sering ke Jeddah kan? Pasti mereka akan terkesan sekali kalau kita ajak ke sini.” Demikian obrolan aku dengan suamiku. Akhirnya kami pun sepakat akan mengajak mereka ke museum ini.

Esok harinya, kami langsung menjemput tamu kami dari sebuah hotel. Beberapa camilan dan jus buah segar juga sudah lebih dulu kami siapkan. Setelah ngobrol-ngobrol sebentar melepas rindu, obrolan pun berlanjut hingga ke mobil. Lalu kami langsung tancap gas, dan wuuuzzz… yaa museum yang kemarin kami lihat, tujuan utama kami.

Arabian sitting room

Syukur Alhamdulillah.. akhirnya kami pun bisa masuk ke dalamnya. Nuansa klasik langsung terasa saat menjejakkan kaki ke dalam bangunan tersebut, yang lebih layak kami sebut sebagai rumah tinggal. Mungkin rumah tinggal yang beralih fungsi menjadi museum. Sebuah ruangan luas terhampar hingga ke sisi kiri, sementara di sisi kanan ada sebuah alur anak tangga menuju lantai atas. Untuk lantai bawah, selain ada Arabian sitting room, yaitu sebuah ruang tamu ala Saudi, dengan dua buah kursi tinggi dan sebuah kotak peti diantaranya, juga kursi duduk memanjang, dipadu dengan karpet dan hiasan di dinding.

Ada pula beberapa barang kerajinan yang berasal dari logam seperti bejana, kendi, vas, dan lainnya.

Juga ada yang berbahan keramik.

Benda-benda unik lainnya adalah perapian, yang tidak lazim digunakan di Negara Saudi yang suhunya sering panas ini,

ada sebuah meja catur besar lengkap dengan bidaknya, berbagai macam alat musik, serta lukisan-lukisan.

Lanjut berkeliling ruangan, ada pula tas-tas anyaman, kipas bamboo, hah.. ada lampu patromak juga? jadi ingat di kampung halaman dulu, kalau lampu mati, hihihi…

Ada pula ruangan yang khusus berisi kitab-kitab berbahasa Arab. Dominasi Arab gundul pastinya. Maksudnya, huruf Arab tanpa harakat. Ya iyalaah pasti mudah buat mereka untuk membacanya, kan memang sudah jadi bahasanya orang Arab, hehe..

Nah, di lantai atas, ada beberapa kamar, dan setiap kamarnya seolah dihias sesuai dengan suatu Negara, seperti Asia Room yang sempat aku abadikan, yaitu kamar dengan nuansa China, aiih.. sungguh cantik!

Di dalam museum ini nampaknya banyak koleksi barang dan artefak milik orang Turki Utsmani dan suku nelayan yang merupakan penduduk pertama di wilayah ini. Sepertinya koleksi yang terdapat di sini pun, adalah berupa barang-barang atau benda-benda yang berasal dari beberapa negara lain, yang mungkin pernah Syekh Abdul Raouf kunjungi. Semuanya begitu mengesankan.

Dari info yang aku dapat, museum ini juga dikenal dengan Rumah Rakyat Abdul Raouf Hasan Khalil yang merupakan bagian dari Museum At-Tayebat, ada tiga segmen yang terdapat di museum ini yaitu:
-Saudi Heritage
Menyoroti kehidupan suku-suku awal di wilayah ini.
-Kekaisaran Ottoman
Menampilkan tahun-tahun setelah tahun 1517, ketika Turki Ottoman menaklukkan kota Jeddah dan Makkah
-Pembangunan Eropa
Menelusuri perkembangan modern setelah Perang Dunia Pertama ketika Raja Abdul Aziz ibn Saud menaklukkan wilayah tersebut dan mendirikan negara modern Arab Saudi.

Melihat tulisan arab yang terdapat di pintu masuk museum ini, yaitu tulisan di batu peresmian, museum ini sudah didirikan sejak zaman Raja Fahd bin Abdul Aziz, yang merupakan anak keturunan dari Raja Abdul Aziz bin Saud, baru kemudian diresmikan oleh Gubernur Makkah, yaitu Majid bin Abdul Aziz.

Belum juga kami berkeliling lagi melihat seluruh isi ruangan lainnya, tak terasa waktu sudah mulai beranjak siang, mengingatkan kami, bahwa kami harus segera mengantar para tamu untuk kembali ke hotel karena mereka akan bersiap-siap untuk terbang menuju tanah air. Sayang sekali kebersamaan kami di Jeddah hanya sesaat, tapi semuanya begitu terkesan dan merasa senang sekali bisa menemukan sesuatu yang berbeda di umrah mereka kali ini.

Saat kaki mulai melangkah meninggalkan bangunan ini, kami berpose sejenak di pelataran bangunan tersebut, ada beberapa meja-meja serta kursi-kursi yang dipayungi tenda-tenda putih, juga sebuah sumur yang sudah tidak lagi berfungsi, atau memang hanya sebuah karya seni?.. Bisa jadi.


Oh iya, saat berkeliling-keliling tadi, kami didampingi oleh seorang bapak tua yang kami panggil dengan sebutan abuya (panggilan hormat untuk bapak-bapak tua).
Nah, buat anda yang ingin berkunjung dan masuk ke gedung tersebut, temui abuya-nya dulu yaa.. biar dibukakan pintuuu… hehehe…