Tatkala Nurani Memanggil

 

Sejumput hatiku dirundung resah
Sebongkah jiwaku diterpa gelisah

Begitu banyak musibah mendera
Ujian dan cobaan datang silih berganti
Aku meringis, menjerit, dan terluka
Seolah penderitaan tak pernah kunjung usai

Aku khilaf bahwa apa yang aku miliki
Adalah titipan dari-Nya
Acapkali aku tak menyadari
Ketika semuanya harus sirna seketika
Seakan Tuhan tak cinta

Aku lupa bercermin pada si miskin
Aku enggan berkaca pada si papa
Hanya yang tersisa adalah sepenggal tanya
Lalu untuk apa Allah menitipkan segalanya?
Dan untuk siapa?

Lihatlah Rasulullah tercinta kita
Mendermakan hartanya seperti angin yang berhembus
Karena cukup Allah saja baginya
Dan Nabi Ayyub yang ditimpa penyakit selama bertahun-tahun
Tetap mampu bersabar dan menerima
Karena cukup Allah pula baginya

Sementara aku…
Doa-doaku tak pernah lepas dari nafsu duniawi
Aku terlalu asyik berdoa untuk kepentingan diri sendiri
Bahkan menentang jika merasa diri tak dihargai
Oleh Rabb-ku sendiri..
Oooh, sungguh teramat nistanya diri ini!

Wahai diriku…
Sadarlah!
Mengapa aku selalu risau dengan apa yang belum aku miliki
Sementara aku tak pernah risau dengan segalanya
Yang belum aku syukuri

Relakan jika titipan itu harus diambil kembali
Maka Allah akan menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik lagi

Ringankan tangan untuk berbagi…
Maka Allah akan menggantinya dengan balasan yang tiada henti
Itu janji-Nya yang pasti
Dan senantiasa ditepati
Dengan cara-Nya yang indah serta hakiki

Hingga hati diliputi ketenangan
Hingga hati diliputi kepasrahan dan kebahagiaan
Karena penuh keberkahan di dalamnya

Tak perlu menunggu harta berlimpah
Tak perlu menanti teguran dari-Nya
yang mengetuk nurani setiap insan

Sambutlah panggilan itu
Dengan kesederhanaan yang kita miliki
Dengan harta yang kita punya
Dengan senyum
Dengan ilmu
Dengan kasih sayang
Dengan syukur
Dengan doa
Dan dengan keihlasan
yang masih tersisa di sudut hati

***
Jeddah, minggu kedua Ramadhan 1436 H