Catatan Perjalanan di Madinah (1): Kisah Hijrah Rasulullah SAW

Setiap jemaah umrah maupun haji ke Tanah Suci tentunya memiliki kesempatan berkunjung ke Kota Madinah. Di kota ini jemaah bisa salat di Masjid Nabawi, berziarah ke makam Rasulullah SAW beserta para sahabatnya, mengunjungi Gunung Uhud, kebun kurma, dan sebagainya.

Begitu banyak tempat bersejarah di Madinah yang menjadi saksi bisu perjuangan Rasulullah SAW. Sebelum mengetahui beberapa tempat bersejarah di Madinah, berikut sekadar mengingat kembali awal hijrah Rasulullah SAW ke Madinah.

Hijrah Rasulullah SAW ke Madinah menandai penyebaran Islam mulai dilakukan secara terang-terangan. Khotbah Jumat, masjid-masjid didirikan, azan dikumandangkan, perintah zakat, perintah salat id, perintah menyembelih kurban dimulai setelah Nabi Muhammad SAW berhijrah.

Di tahun ke -10 masa kenabian, saat Rasulullah di Mekah menjadi tahun kesedihan bagi Rasulullah SAW. Pamannya Abu Thalib, yang telah mengasuhnya sejak kecil, menjadi pembelanya ketika kaum kafir Quraish menghina dan mencercanya, meninggal dunia. Dua bulan kemudian, istrinya Khadijah RA menyusul menghadap Sang Khalik. Rasulullah SAW sangat mencintai Khadijah RA. Dialah yang selalu menjadi penenang di saat kesulitan dan penderitaan menerpa. Dan Khadijah pula yang pertama kali mempercayai Rasulullah SAW.

Setelah meninggalnya orang-orang yang beliau kasihi, Rasulullah SAW  mendapat perlakuan yang semakin kasar dari kaum kafir Mekah. Pernah suatu ketika Rasulullah melewati suatu tempat, beliau dilempari tanah di kepalanya hingga rambut, badan dan pakaiannya kotor. Beliau pun pulang ke rumah. Putri beliau Fatimah RA membantu membasuhnya, menangis dengan kemarahan pada orang yang berani melakukan penghinaan kepada ayahnya. Namun Rasulullah SAW berkata, “Jangan menangis anakku! Allah Yang Maha Kuasa yang akan melindungi ayahmu.”

Di Bulan Syawal, tahun ke-10 kenabian, Rasulullah SAW menikah dengan Saudah binti Zam’ah RA dan Aishah binti Abu Bakr RA. Beliau juga mendapat perintah Mi’raj (perjalanan malam hari ke surga).

Hijrah

Kondisi kaum Muslimin Mekah semakin terdesak, sehingga Rasulullah SAW pun meminta kaumnya hijrah dari Mekah ke Madinah demi keselamatan dan keamanan. Mereka harus meninggalkan rumahnya, hartanya, mata pencahariannya, dan sanak saudaranya di Mekah. Kaum Quraish terus menyiksa dan menghalangi hijrah kaum Muslimin Mekah dan tidak membiarkan mereka menyembah satu Tuhan di Madinah. Kaum Muslimin yang hijrah dinamakan kaum Muhajirin, sementara penduduk Madinah yang membantu kaum Muhajirin disebut kaum Anshor.

Memasuki tahun ke-14 kenabian, tinggal Muhammad SAW, Abu Bakr Siddiq RA, Ali bin Abu Thalib RA,  istri-istri dan anak-anaknya yang belum berhijrah, termasuk juga kaumnya yang lemah dan tua. Selain kelompok itu, semua sudah hijrah ke Madinah, meninggalkan rumah-rumah mereka kosong tak berpenghuni. Rasulullah SAW masih menunggu perintah Allah SWT untuk berhijrah. Beliau juga meminta Abu Bakr RA untuk berhijrah bersamanya, Ali bin Abu Talib RA juga menunggu izin hijrah dari Rasulullah SAW.

Ketika Allah SWT sudah memerintahkan Rasulullah SAW hijrah ke Madinah, Rasulullah SAW mendatangi rumah Abu Bakar RA, di tengah terik matahari menyengat. Di mana semua orang tinggal di dalam rumah. Menerima kedatangan Rasulullah SAW yang tidak biasa ini, Abu Bakar RA pun menduga bahwa perintah hijrah bagi Rasulullah SAW sudah turun. Rasulullah SAW menanyakan kepada Abu Bakar RA adakah orang lain di rumah itu. Ketika Abu Bakar RA menyebutkan hanya Abu Bakar RA, Asma dan Aishah RA di rumah, beliau pun menyampaikan bahwa perintah hijrah sudah turun dan Abu Bakar RA lah yang akan menemani beliau. Mendengar berita ini, Abu Bakar pun menangis bahagia. Bagaimana tidak, Abu Bakar RA lah yang akan menemani hijrah beliau, suatu kehormatan yang tiada tara baginya.

Rupanya Abu Bakar RA sudah membeli 2 unta yang kuat, dan menyiapkan 1 ekor unta buat Rasulullah SAW. Tetapi Rasulullah SAW tidak mau menerima pemberian Abu Bakar RA begitu saja, beliau mau membeli untanya dan Abu Bakar RA harus menerima uangnya.

Persiapan hijrah pun dilakukan dengan membagi tugas. Asma bint Abu Bakar RA ditugasi menyiapkan bekal perjalanan dan mengirim makanan ke Gunung Thaur selama beberapa hari. Aisha RA ketika itu masih sangat muda dan belum berpengalaman, sehingga belum mendapat tugas apa-apa.

Ali bin Abi Thalib RA ditugaskan tidur di tempat tidur Rasulullah SAW, serta mengembalikan semua barang berharga titipan kaum pagan dan kafir yang diamanahkan ke Rasulullah SAW. Meskipun mereka musuh kaum Muslimin, tetapi mereka mempercayai kejujuran Rasulullah SAW dan tetap menitipkan harta berharganya kepada Rasulullah SAW. Sehingga Rasulullah SAW pun harus mengembalikan semua barang berharga tersebut ke pemiliknya.

Abu Bakar RA membayar Abdullah bin Uraiqit, seorang kafir tapi dapat dipercaya tidak membocorkan rahasia perjalanan hijrah ke Madinah untuk mengirimkan kedua untanya pada jam dan tempat yang sudah ditentukan.

Sementara Ali bin Abu Thalib RA tidur di ranjang Rasulullah SAW, dan berhasil mengecoh kaum kafir Mekah yang terus berjaga di sekitar rumah Rasulullah SAW. Mereka pun kaget dan marah ketika mengetahui bahwa Ali RA yang tidur dan bukan Rasulullah SAW. Mereka serta merta memukul Ali RA dan pergi menuju rumah Abu Bakar RA. Di rumah Abu Bakar RA, Asma RA yang membukakan pintu. Karena tidak mau menjawab di mana ayahnya berada, Asma pun ditampar hingga antingnya lepas dan jatuh.

Kaum kafir Mekah berusaha mencari Muhammad SAW dengan mengumumkan bagi siapa yang dapat menemukan Muhammad SAW hidup atau mati, mereka akan mendapat hadiah 100 ekor unta. Begitu banyak orang yang tertarik mendapatkan imbalan yang sangat besar ini, namun usaha mereka hanya berakhir dengan kegagalan.

Rasulullah SAW bersama Abu Bakar RA bersembunyi di dalam gua di Gunung Thaur selama 3 hari 3 malam. Musuh tidak dapat menemukan mereka meskipun sudah sampai di gua karena laba-laba membuat sarangnya di mulut gua, membuat siapapun akan berpikir tidak mungkin ada yang masuk ke dalam gua dan bersembunyi di sana.

Abdullah bin Abu Bakar RA yang memberi informasi tiap malam tentang tindak tanduk kaum kafir Mekah. Asma bint Abu Bakar membawa makanan untuk Rasulullah SAW dan ayahnya tiap malam dengan segala risikonya. Abu Bakar RA menyuruh pembantunya Amir bin Fuhairah memberi makan ternaknya dan menggiring ternaknya di sekitar Gunung Thaur di malam hari, setelah tugas Abdullah dan Asma RA selesai, untuk menghilangkan jejak.

Setelah situasi lebih aman, Abdullah bin Uraiqit diminta membawa 2 unta Rasulullah SAW dan Abu Bakar RA di dekat Gunung Thaur. Meskipun Abdullah bin Uraiqit nonmuslim tapi dia mematuhi janjinya, tidak tergiur dengan iming-iming 100 unta yang dijanjikan kaum kafir Mekah. Asma RA menyiapkan tas berisi perbekalan untuk dikaitkan ke untanya. Karena tidak ada pengait, Asma RA pun merobek sabuk pakaiannya untuk mengikat tas berisi makanan tersebut. Rasulullah SAW pun menyebut Asma binti Abu Bakar RA dengan sebutan wanita dengan pengikat/tali.

Di tengah cahaya bulan di Rabiul Awal, Rasulullah SAW, Abu Bakar RA, Amir bin Fuhairah, dan Abdullah bin Uraiqit (sebagai pemandu jalan) akhirnya berangkat hijrah menuju Madinah.

Sumber:
The History of Islam vol. one oleh Akbar Shah Najeebabadi
Atlas on the Prophet’s Biography oleh Dr. Shawqi Abu Khalil